Kamis 31 Oct 2019 11:41 WIB

Konsep Ramah Lingkungan di Masjid Said Naum

Pepohonan yang rimbun tadi juga bagian dari rekayasa iklim mikro Masjid Said Naum.

Suasana bagian dalam Masjid Said Naum.
Foto: Republlika/Prayogi
Suasana bagian dalam Masjid Said Naum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Iklim tropis berhawa lembap adalah tantangan besar dalam perancangan masjid yang dibangun pada 1975-1977 ini. Dalam kriteria sayembara, pemerintah mensyaratkan penghawaan alami bagi masjid berdaya tampung 600 jamaah ini. Adhi menjawabnya dengan membuat lima kisi-kisi berukuran besar dan jajaran lubang angin atau bouvenlicht di tiap sisi dinding untuk menciptakan ventilasi silang.

Adhi juga menambahkan teras selebar dua meter dengan teritisan yang menerus hingga satu meter di tiap sisi untuk membentuk iklim mikro yang nyaman. Hasilnya, semilir angin yang menyejukkan. Belakangan, pengelola memutuskan untuk menambahkan kipas angin karena suhu Jakarta bertambah panas sehingga butuh penghawaan buatan ketika masjid tengah penuh sesak.

Baca Juga

Pepohonan yang rimbun tadi juga bagian dari rekayasa iklim mikro Masjid Said Naum. Aneka tata hijau itu berfungsi sebagai pembayang alami untuk meredam garangnya terik matahari di tengah hutan beton ibu kota. Usaha ini terbilang berhasil, mengingat masyarakat sekitar terkadang memanfaatkan plaza di depan masjid ini untuk menghelat hajat seperti pesta pernikahan atau selamatan.

Masjid Said Naum juga patut mendapat apresiasi untuk teknologi atap. Guna memperkuat citra ruang yang terbias dari pusat tadi, Adhi 'membebaskan' ruang shalat utama dari struktur yang tertanam. Padahal, atap meru masjid itu harus menudungi bentang selebar 18 meter. Alhasil, tim struktur menggunakan baja untuk memperkuat konstruksi utama berbahan kayu, teknologi langka bagi zaman itu.

Dunia pun menoleh kepada Masjid Said Naum. Masjid ini dianugerahi Aga Khan Award pada 1986 atas keberhasilan Adhi menggugah kultur pra-Islam dan mengadaptasinya untuk mewadahi kebutuhan ibadah umat Islam. “Di masjid ini, idiom-idiom lokal berhasil ditafsir ulang ke dalam arsitektur modern yang tetap sejalan dengan konteksnya,” seperti dikutip dari situs Aga Khan Award Foundation.

Ada sedikit perubahan dari rancangan awal kompleks ini, yaitu tempat wudhu yang digeser ke utara lahan. Plus, plaza utama kini berhias pohon palem raja seperti semula diinginkan Adhi. Sayang, serbuan rumput liar dan kumuhnya halaman tak bisa dimungkiri telah memudarkan pesona masjid yang dulu sempat menuai puja-puji.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement