Kamis 24 Oct 2019 17:39 WIB

CEO LAZ Forum Dorong Tiga Hal untuk Masa Depan Gerakan Zakat

FOZ akan mengoptimalkan aset umat untuk berperan lebih jauh lagi.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Gita Amanda
Peresmian pembukaan CEO LAZ Forum yang digelar Forum Zakat (FOZ) di Jakarta, Rabu (23/10).
Foto: Republika/Rossi Handayani
Peresmian pembukaan CEO LAZ Forum yang digelar Forum Zakat (FOZ) di Jakarta, Rabu (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Zakat (FOZ) mengadakan agenda tahunan, CEO LAZ Forum pada 23-24 Oktober di Jakarta. Selama dua hari berlangsung pertemuan pimpinan dari Lembaga Amil Zakat (LAZ), mereka mengupayakan tiga hal untuk masa depan gerakan zakat di Indonesia.

Acara ini mengangkat tema "Menuju Arsitektur Baru Gerakan Zakat Indonesia". Ketua Umum FOZ, Bambang Suherman, mengatakan tema besar tersebut bermakna bahwa mereka menginginkan semua Lembaga yang tergabung menjadi pemain utama, berapa pun sumber dana yang dimiliki. Selain itu juga mengingatkan, sumber dana yang mereka miliki merupakan potensi umat yang harus dikelola dengan amanah.

Baca Juga

"FOZ mendesak tiga hal berkaitan dengan desain arsitektur zakat ke depan," kata Bambang di Jakarta, Kamis, (24/10).

Desakan yang pertama yakni, mereka ingin mendapatkan ruang kesetaraan bagi semua pihak, baik pemerintah, maupun LAZ dalam mengelola zakat sebagai aset umat Islam. Ia mengungkapkan, keseteraan perlu dilakukan agar, lembaga zakat yang ada dimudahkan proses legalitasnya. Saat ada lembaga zakat baru, ruangnya diminta untuk tidak dibatasi, dengan mempersulit legalitas.

Bambang mengatakan, negara seharusnya dapat memberikan fasilitas, apabila ada yang berkeinginan untuk menjadi lembaga zakat. Negara juga dapat berperan sebagai pendamping, bagi mereka yang ingin melakukan legalitas.

Sebagai contoh, ada beberapa yang ingin mengajukan diri sebagai LAZ. Bambang mengatakan, mereka berbasis dari perguruan tinggi, namun kesulitan untuk mendapatkan legalitas, padahal mereka mempunyai potensi untuk mengelola sumber dana.

"Tetapi Undang-Undang (UU) melihat itu akan bersinggungan dengan resources-nya negara. Kalau ini tidak bisa kolaborasi, nanti hanya akan ada pemain negara. Sementara masyarakat belum tentu percaya terhadap institusi negara dalam mengelola aset mereka," ucap Bambang.

Ia mengungkapkan, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sebagai rekomendator, seharusnya tidak mempersulit mereka yang ingin bergabung. Ia meminta lembaga negara tersebut untuk memberikan pendampingan.

Di samping itu, UU Pengelolaan Zakat baru dua kali mengalami perubahan yakni dari UU Pengelolaan Zakat No. 38 Tahun 1999 yang berubah ke UU Pengelolaan Zakat No. 23 Tahun 2011.

Bambang menilai, dalam UU tersebut masih ada masalah terkait dengan peran Baznas. Lembaga tersebut dianggap diberikan ruang yang cukup luas, selain dari kordinator, namun juga regulator. Mereka memegang proses rekomendasi dalam hal legalitas. Menurut Bambang, sebaiknya lembaga negara tersebut tidak perlu memiliki fungsi regulasi. Sementara fungsi tersebut dapat diberikan kepada Kementerian Agama.

Selanjutnya, desakan kedua dalam CEO LAZ Forum yakni, mereka menginginkan agar lembaga zakat yang sudah lama ada dilindungi oleh UU. Untuk itu, mereka dengan tenang dapat mengelola tanggung jawab dari dana umat.

"Ketiga, kami berharap ada format-format insentif yang diberikan kepada masyarakat terutama umat Islam dalam mengamalkan syariat zakat, sehingga motivasi untuk berzakat menjadi lebih kuat," ucap Bambang.

Di samping itu, selama hari kedua CEO LAZ Forum, Pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Daarul Quran, Cipondoh, Tangerang, Ustaz Yusuf Mansur turut menjadi pembicara dalam acara ini. Ia pun mengajak LAZ yang tergabung dalam FOZ untuk dapat mengembangkan diri tidak hanya mengelola Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS).

"FOZ harus masuk dengan gegap gempita yang serius untuk mempelajari industri keuangan ultra modern. Kita tetap urusin zakat, infak, sedekah, tapi jangan itu yang  kemudian menjadi target utama," kata Yusuf Mansur.

Dalam menanggapi permintaan dari Yusuf Mansur, Bambang mengatakan, FOZ akan mengoptimalkan aset umat untuk berperan lebih jauh lagi. Untuk itu, LAZ bukan hanya sebagai reseller atau pengecer, namun juga produsen.

"Jadi kita tidak lagi sekadar reseller terhadap produk tapi produsen, sekaligus distributor contohnya pada hewan kurban. Diharapkan LAZ menjadi bagian dari produsen sekaligus reseller dengan menawarkan harga murah, bagi masyarakat untuk berkurban, jadi beribadah itu dimudahkan," ucap Bambang.

Dalam beberapa hari terkahir CEO LAZ Forum juga menghasilkan 30 kolaborasi program dari sejumlah lembaga zakat yang ada. Kolaborasi yang nantinya akan dijalankan memiliki nilai total hingga Rp 27 miliar.

Di samping itu, Wakil ketua bidang III Sinergi dan Kolaborasi FOZ, Sigit Iko Sugondo mengungkapkan dalam kesimpulan forum, bahwa berdasarkan data dari Baznas, potensi zakat sebenarnya mencapai Rp 238 triliun, namun pada tahun lalu yang hanya terhimpun Rp 8 triliun oleh Baznas dan LAZ.

Namun menurut Sigit, mereka tidak boleh berburuk sangka, bisa jadi umat islam masih melakukan pembayaran zakat secara pribadi, tidak melalui lembaga. Untuk itu, LAZ diminta untuk mendorong masyarakat yang masih membayar zakat secara pribadi, agar pindah ke lembaga yang ada.

"Perlu meningkatkan literasi zakat masyarakat, bukan hanya dari aspek fikih. Tapi literasi zakat kita itu masuk tiga aspek, fikih, kewajiban berzakat segala macem. Kemudian, edukasi masyarakat tentang tata kelola dalam mengelola zakat. Ketiga aspek manfaat zakat kalau disampaikan pada lembaga zakat," kata Sigit.

Ia mengungkapkan, lembaga zakat sudah memiliki prosedur dan ukuran tentang pendayagunaan zakat, yang lebih berdampak pada peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu hal ini perlu disampaikan dengan data.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement