Kamis 17 Oct 2019 08:00 WIB

GAPMMI Siap Jalani Proses Sertifikasi Halal

GAPMMI sudah mengikuti proses sertifikasi halal di masa LPPOM MUI.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Pekerja menyelesaikan pembuatan tauco di Pabrik Tauco tertua di Cianjur, Jawa Barat, Rabu (19/12). Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) memproyeksikan pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun ini berada di kisaran delapan hingga sembilan persen atau di bawah target yang dipatok di awal tahun yakni lebih dari 10 persen.
Foto: Raisan Al Farisi/Antara
Pekerja menyelesaikan pembuatan tauco di Pabrik Tauco tertua di Cianjur, Jawa Barat, Rabu (19/12). Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) memproyeksikan pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun ini berada di kisaran delapan hingga sembilan persen atau di bawah target yang dipatok di awal tahun yakni lebih dari 10 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Rahmat Hidayat menuturkan, perusahaan makanan dan minuman yang sudah besar tentu sudah siap menjalani proses sertifikasi halal. Sebab mereka sudah mengikuti proses tersebut sejak LPPOM MUI berdiri dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.

"Industri besar itu sudah siap. Selama 30 tahun terakhir, sertifikasi halal itu sudah dilakukan, cuma ya hanya perusahaan besar dan menengah," ungkapnya Rabu kemarin.

Sementara, untuk kelas usaha kecil dan mikro, Rahmat mengakui mereka belum memiliki kesiapan karena hampir semuanya belum memiliki sertifikasi halal. Pedagang kaki lima pun sebetulnya bisa saja menempuh proses sertifikasi halal. "Cuma masalahnya apakah mereka akan lolos atau tidak, nah itu yang belum tahu," katanya.

Sebab, jelas Rahmat, sebelum mendapat sertifikat halal, harus memenuhi kaidah toyyib terlebih dulu, yang berarti produk sudah higienis dan menggunakan bahan-bahan yang aman sehingga aman dikonsumsi. Bila tidak memenuhi kaidah tersebut, maka tidak mungkin bisa mendapat sertifikat halal.

"Sebelum bisa disebut halal, harus toyyib dulu, artinya aman dikonsumsi. Jadi PR pemerintah memastikan dulu bahwa pelaku usaha ini melakukan kaidah keamanan pangan, baru kemudian dia bisa disertifikasi halal," ujarnya.

Menurut Rahmat, agar sertifikasi halal terhadap produk mamin ini berjalan mulus, dibutuhkan sekitar 124 ribu auditor halal. Angka ini didapatkan dengan mengacu pada 1.300 hari kerja selama 5 tahun mulai 17 Oktober 2019 sampai 2024 mendatang, lama waktu 62 hari proses sertifikasi halal, kebutuhan setidaknya 2 auditor untuk satu sertifikat halal, dan data BPS yang menyebut ada 1,6 juta pelaku usaha mamin yang belum bersertifikat halal.

"Kira-kira diperlukan 1.000 sertifikat halal yang dihasilkan per hari berdasarkan jumlah 1,6 juta tadi. Jadi pemerintah butuh paling tidak 124 ribu auditor halal yang bekerja 24 jam dengan hari libur pada Sabtu dan Ahad. Karena targetnya adalah 1.000 sertifikasi halal per hari," kata dia.

Dengan catatan, lanjut Rahmat, jumlah pelaku usaha mamin tidak bertambah selama 5 tahun ke depan. Belum lagi, dia mengakui, masih banyak pelaku usaha mamin yang belum terdata. Dengan paparan ini, dia enggan untuk menilai sanggup tidaknya BPJPH melakukan tugas selama 5 tahun itu.

"Saya tidak dalam posisi menilai cukup apa tidak waktu dari pemerintah. Tapi kira-kira begitu gambarannya. Itu fakta saja untuk dijejerkan di atas meja. Ya sudah kita jalani saja, nanti kita pantau sama-sama biar nanti pemerintah punya bahan untuk menetapkan kebijakan ke depannya," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement