REPUBLIKA.CO.ID, Pada acara puncak Harlah Pondok Pesantren Tebuireng ke-120, pihak pesantren mengundang beberapa kiai sepuh yang pernah belajar langsung kepada KH Hasyim Asy'ari.
Di antaranya, KH Affandi dari Nganjuk, KH Ruhan Sanusi dari Ngoro Jombang, KH Masyhudi dari Wajak Malang, dan KH Abu Bakar dari Bandung Jombang.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah mengatakan, keempat kiai sepuh tersebut merupakan santri Mbah Hasyim yang masih hidup sampai sekarang. "Kemarin beberapa santri Mbah Hasyim itu memberikan kesaksian, usianya sekitar 90-an, ujar Gus Sholah sebagaimana dikutip dari arsip Harian Republika, Jumat (11/10)
Menurut Gus Sholah, santri Mbah Hasyim tidak banyak yang masih hidup. Bahkan, di Pesantren Tebuireng sendiri sudah tidak ada lagi santri yang belajar langsung kepada Mbah Hasyim. Namun, para santri masih meneladani sosok Mbah Hasyim. Di mata Gus Sholah sendiri, kakeknya itu merupakan sosok pemersatu umat.
Bahkan, kata dia, Jendral Sudirman dan Soekarno pernah meminta fatwa kepada Mbah Hasyim melalui utusan. Begitu juga dengan Bung Tomo yang juga pernah langsung sowan ke Mbah Hasyim.
"Beliau itu menjadi tokoh yang diakui umat Islam waktu itu, tokoh pemersatu Islam, tokoh yang mendirikan NU, tokoh yang menjadi rujukan pemimpin pergerakan pada 1945," ucap Gus Sholah.
Salah satu santri Mbah Hasyim yang masih hidup, KH Abu Bakar menceritakan kisahnya pada acara puncak Harlah Tebuireng. Menurut dia, Mbah Hasyim merupakan sosok Wali Allah. KH Hasyim Asy'ari dijuluki para kiai sebagai wali autad. Oleh karena itu perjuangannya lillahi ta'ala.
“Benar-benar perjuangan karena Allah Ta'ala. Tidak karena apa-apa,” kata Kiai Abu Bakar seperti dikutip dari lama resmi Pondok Pesantren Tebuireng. Sementara, KH Ruhan Sanusi memandang Kiai Hasyim Asy'ari sebagai uama yang sangat ketat sekali menjaga santri-santrinya untuk selalu shalat berjamaah.
Menurut dia, gurunya tersebut mengajarkan santrinya ilmu lahiriyah dan juga ilmu ruhani. Waktu itu hadratussyaikh Hasyim Asy'ari ini sangat ketat sekali menjaga santri-santri supaya berjamaah, sangat ketat sekali.
“Beliau betul-betul tidak hanya mengisi ilmu-ilmu lahiriah saja, tapi juga beliau mengisikan ilmu-ilmu rohani, ilmu yang men dekat kan diri kepada Allah,” kata Kiai Sanusi.