REPUBLIKA.CO.ID, PALU— Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah (Sulteng) mengedepankan lima strategi untuk membangun kerukunan antaragama di provinsi itu sebagai bentuk upaya mewujudkan kenyamanan, kedamaian, dan ketertiban.
Ketua FKUB Sulteng, Prof KH Zainal Abidin, di Palu, Jumat (11/10) mengemukakan, strategi itu merupakan pembentukan sikap setiap pemeluk agama dengan melibatkan berbagai lembaga.
"Seperti lembaga pendidikan, majelis-majelis keagamaan, komunitas kepemudaan, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan pemerintah, secara bersama-sama saling mendukung untuk menanamkan lima sikap yang menjadi pilar kerukunan umat beragama," kata dia.
Lima strategi itu yakni menerima perbedaan, mengedepankan persamaan, saling percaya dan saling memahami, moderasi beragama, dan kesadaran global. Dia menerangkan, masyarakat atau pemeluk agama harus memahami bahwa realitas keberagaman dalam kehidupan masyarakat merupakan kenisayaan sosial.
Keberagaman ini berimplikasi pada lahirnya perbedaan. Semakin heterogen sebuah masyarakat semakin banyak perbedaan yang muncul. "Agar masyarakat bisa menerima perbedaan, maka perlu pembentukan pemahaman bahwa perbedaan merupakan keniscayaan," ujar dia.
Rektor pertama IAIN Palu itu menyatakan bahwa pesan-pesan moral dari setiap agama yang bersifat sosiologis, terlihat jelas adanya nilai-nilai humanis universal yang disepakati oleh semua ajaran agama.
Karena itu, untuk membangun komunikasi dan kerukunan lintas agama semestinya aspek-aspek persamaan inilah yang perlu dikedepankan bukannya menggali perbedaan-perbedaan yang memang sudah pasti ada.
Selanjutnya, Ketua MUI Kota Palu itu menguraikan, salah satu faktor yang kerap kali menjadi akar terjadinya konflik antar umat beragama adalah tidak adanya saling percaya satu sama lain.
Oleh karena itu, memupuk rasa saling percaya satu sama lain merupakan salah satu kunci untuk membangun hubungan yang sehat antar penganut lintas agama.
Berikutnya, perlu mengajarkan moderasi beragama yaitu cara beragama yang moderat, tidak ekstem. Cara beragama yang damai, toleran, dan menghargai perbedaan.
"Kesadaran global, membangun kesadaran bahwa apa yang dilakukan di sini akan berdampak luas. Hindari sikap-sikap atau pernyataan yang sifatnya menilai ajaran agama/ keyakinan orang lain," katanya.