Jumat 10 Oct 2025 20:48 WIB

Cara Nabi Membangun Rasa Persaudaraan

Rasulullah SAW bersabda, setiap orang Islam adalah saudara satu sama lain.

Umat Islam (ilustrasi).
Foto: Antara/Retno Esnir
Umat Islam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama di Madinah, umat Nabi Muhammad SAW terdiri atas kaum Anshar dan Muhajirin. Yang pertama itu berarti 'para penolong', yakni orang-orang asli kota setempat. Secara asal nasab, mereka terdiri atas dua suku yang dominan: Aus dan Khazraj.

Sebelum menerima Islam, keduanya sering bermusuhan satu sama lain. Bahkan, permusuhan itu melibatkan persekutuan dengan kalangan Ahli Kitab, yakni Yahudi dan Nasrani. Barulah setelah menjadi Muslim, baik Aus maupun Khazraj berdamai dan sama sekali meninggalkan fanatisme kesukuan.

Baca Juga

Rasulullah SAW mempersaudarakan antara Anshar dan Muhajirin. Beliau selalu menegaskan, setiap orang Islam adalah saudara. Mereka bagaikan satu tubuh. Apabila satu bagian merasa sakit, maka seluruh tubuh akan mengalami sakit yang sama.

Ibnul Qayyim, sebagaimana dikutip oleh Mubarak Furi dalam Ar-Rahiq Al-Mahhtum menuturkan ikhtiar ukhuwah itu. Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Anshar dan kaum Muhajirin mula-mula di rumah Anas bin Malik. Saat itu, mereka berjumlah 90 orang lelaki.

Nabi SAW mempersaudarakan mereka agar saling membantu dan mewarisi setelah meninggal, di luar bagian warisan yang didasari hubungan darah. Kebijakan ini berlaku sampai masa Perang Badar tatkala Allah SWT menurunkan ayat ke-75 Surah al-Anfal:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنۢ بَعۡدُ وَهَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ مَعَكُمۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ مِنكُمۡۚ وَأُوْلُواْ ٱلۡأَرۡحَامِ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلَىٰ بِبَعۡضٖ فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمُۢ

“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Setelah dipersaudarakan dengan kaum Muhajirin, orang-orang Anshar rela berbagi apa saja. Sampai-sampai, mereka mengatakan kepada Nabi SAW, “Bagilah kebun kurma kami ini dengan saudara kami kaum Muhajirin.”

Namun, Nabi SAW menolaknya, “Tidak perlu. Cukuplah kalian memberi makanan pokok saja, lalu biarkan kami mengurus buahnya.”

Bahkan, ada pula yang rela berbagi istrinya. Ini seperti yang disampaikan Sa’ad bin Rabi’ kala dipersaudarakan dengan seorang Muhajirin, Abdurrahman bin Auf. Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Sesungguhnya aku adalah kaum Anshar yang paling berpunya. Maka bagilah hartaku menjadi dua. Aku juga punya dua istri. Pilihlah mana di antara mereka yang kau sukai, lalu beritahukan kepadaku, aku akan menceraikannya. Jika masa iddahnya habis, engkau bisa menikahinya.”

Abdurrahman menolak tawaran itu dengan sopan. Ia hanya meminta untuk dipinjami modal dan ditunjukkan lokasi pasar di Madinah. Dengan demikian, sahabat Nabi SAW ini bisa berbisnis kembali sesudah meninggalkan semua harta bendanya di Makkah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement