Kamis 10 Oct 2019 22:38 WIB

Paksakan Kemampuan Akademis Anak, Bagaimana Pandangan Islam?

Islam tidak memberikan fitrah anak masing-masing.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nashih Nashrullah
Mendidik Anak (ilustrasi)
Foto: ROL/Agung Sasongko
Mendidik Anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masih banyak guru ataupun orang tua yang memandang kemampuan seorang anak dari kemampuan akademiknya, terlepas dari bakat yang dimiliki setiap orang. Padahal, dengan menggunakan perspektif seperti itu, anak yang kurang cakap dalam suatu hal bisa tersisihkan.  

Sebenarnya, Islam tidak memandang hal seperti itu. Mengutip buku "Konsep Pendidikan Anak Salih dalam Perspektif Islam" karya Drs Ayuhan MA, bahwa setiap anak memiliki potensi atau bakat yang berbeda untuk menjadi manusia sehat, cerdas, dan baik akhlak. 

Baca Juga

Hal tersebut dalam Islam biasa disebut fitrah atau yang bisa diartikan sebagai bakat atau juga sifat asal yang merupakan pemberian dari Allah SWT. 

Oleh sebab itu, jelas tersirat bahwa Allah telah memudahkan manusia untuk mempermudah penyempurnaan dan keterampilan yang disertai sifat yang baik. 

Kehidupan dan perkembangan anak menjadikannya sebagai suatu fase tersendiri. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memberikan anak-anaknya kesempatan untuk bertingkah laku dan mempelajari hal yang penting untuk perkembangan hidup yang baik.  

Sebab, dalam Alquran juga ditemui ayat yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman jauhilah dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari kesalahan orang-orang lain, dan janganlah kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Maka bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Mahapenerima taubat dan penyayang." (QS al-Hujurat 49:12). 

Lebih lanjut, mengutip buku "Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran" Karya Prof Abuddin memaparkan bahwa, Islam menghargai tiga aliran pendidikan yang saat ini digunakan dan bukan hanya membahas pendidikan ataupun bakat di dalamnya. 

Tiga aliran tersebut yaitu, pendidikan Nativisme yang lebih melihat faktor bawaan atau bakat adalah potensi yang dimiliki manusia, dan itu jelas akan mempengaruhi keberhasilan tersebut. 

Selain itu Islam juga menghargai aliran empirisme yang mengatakan bahwa keberhasilan seseorang juga dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya. Lingkungan tersebut bisa berupa sekolah atau lingkungan baik yang bisa menentukan baiknya pendidikan seseorang. Sebaliknya, lingkungan buruk juga akan mempengaruhi bakat atau potensi bahkan keberhasilan seseorang. 

Aliran ketiga adalah konvergensi di mana bagian ini menjelaskan bahwa yang menentukan pendidikan dan keberhasilan seseorang adalah gabungan dari dua pendapat sebelumnya, di mana bakat bawaan sejak lahir dan lingkungan sangat mempengaruhi. 

Meskipun, Islam menghargai pandangan-pandangan tersebut, namun Islam memandangnya sebagai aliran antroposentris (berpusat pada manusia). Lebih lanjut guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakata, Prof Abuddin Natta, dalam buku tersebut menegaskan bahwa Islam juga memandang faktor hidayah dari Allah SWT selain faktor bakat dan lingkungan, untuk mencapai keberhasilan seseorang. 

Di dalam al-quran, juga ditemui ayat yang artinya:  "Dan kamu dikeluarkan oleh Allah SWT dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Dan Allah memberikan kamu pendengaran, pengelihatan dan hati agar kamu bersyukur" (QS An-Nahl 16: 78).

Lebih jauh, Islam tidak memandang sifat buruk sangka terkait pengaruh yang ditimbulkan manusia atau masyarakat terhadap anak didik dalam pendidikannya. Dalam pandangan islam, pendidikan, lingkungan, bakat dan manusia tidak selalu memiliki dampak negatif ataupun positif. 

Oleh karena itu, pandangan guru, orang tua atau masyarakat yang menganggap bahwa kemampuan seseorang hanya diukur dari akademiknya merupakan hal yang kurang tepat. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement