REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Selasa (1/10) lalu, Branch Manager Rumah Zakat Sumatera Selatan (Sumsel) Hadi Yudasta mengatakan, pihaknya menggelar acara untuk memberikan kebagiaan kepada anak yatim yang jadi binaan Rumah
Zakat Sumsel. Salah satu caranya dengan mempertemukan mereka dengan pemain film Hayya.
“Film ini mengandung pesan kepedulian terhadap sesama. Kita ajak penonton untuk peduli terhadap anak-anak yatim dhuafa, terutama anak-anak di Palestina,” ujarnya seperti dalam siaran pers. Dari kegiatan ini, ia melanjutkan, pihaknya juga menggalang dana untuk pembangunan sekolah di Palestina.
Adhin Abdul Hakim mengatakan, film garapan Sutradara Jastis Arimba ini, genrenya berbeda dari film Indonesia kebanyakan. Ia baru menyadarinya setelah film ini diputar lebih sepuluh hari di bioskop. “Orang bilang, ini film genre berbeda. Dia tidak menjual percintaan dan horor. Ini film kemanusiaan,” ujar aktor ini.
Ia melanjutkan, dari awal membuat film ini memang konsepnya kemanusiaan. Tujuannya mengajak orang untuk membantu sesama.
“Masih banyak orang yang hidupnya tidak beruntung di belahan bumi lain. Ada yang terjajah. Sebagai sesama manusia, wajib bagi kita untuk membantu mereka. Dengan film ini semoga kita bisa lebih bersyukur dan bermanfaat untuk orang banyak,” ucapnya.
Rumah Zakat ajak anak yatim piatu binaannya menonton Film Hayya.
Anwar Sadad, anggota DPRD Sumsel, yang turut menjadi donatur Rumah Zakat Sumsel mengatakan, film ini banyak sekali mengandung nilai-nilai positif. “Seperti nilai-nilai kemanusiaan. Siapa lagi yang nonton film Indonesia kalau bukan kita,” ujarnya.
Manajer Investor Relation PT Semen Baturaja, Adapun Pramaja, mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Rumah Zakat Sumsel mengajak anak-anak yatim untuk turut berbahagia menonton film karya anak bangsa.
”Kita ingin membahagiakan mereka,” ujarnya.
Film Hayya: The Power of Love 2 berkisah tentang Rahmat (Fauzi Baadila) yang sedang proses dalam berhijrah, memutuskan menjadi relawan kemanusiaan. Ditemani Adin (Adhin Abdul Hakim) sahabatnya, Rahmat menjadi jurnalis dan relawan di sebuah camp
pengungsian di Palestina. Di sanalah Rahmat bertemu Hayya, seorang gadis cilik korban konflik yang membuat kehidupan Rahmat menjadi berbeda.