Selasa 01 Oct 2019 05:08 WIB

Menyempurnakan Ibadah

Kitab Minhaj al-'Abidin memaparkan tips meraih kesempurnaan ibadah.

Rep: Dialog Jumat Republika/ Red: Agung Sasongko
Umat Islam saat beribadah di Masjid Lautze, Sawah Besar, Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Umat Islam saat beribadah di Masjid Lautze, Sawah Besar, Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kitab Minhaj al-'Abidin memaparkan tips meraih kesempurnaan ibadah. Terdapat tahapan-tahapan yang mesti dilalui seorang hamba yang bersungguh-sungguh ingin mencapai ridla Allah SWT. Jumlah tahapan yang dijelaskan sebanyak tujuh tahapan, yaitu pertama: tahap ilmu dan makrifat; kedua, tahap tobat; ketiga, tahap godaan; keempat, tahap kendala-kendala di jalan ibadah; kelima, tahap dorongan dan motivasi; keenam, tahap menghindari faktor-faktor pengrusak ibadah; dan ketujuh, tahap pujian dan syukur.

Jika diformulasikan ulang sesuai dengan sistem manajemen modern, ketujuh tahapan itu tercakup dalam prinsip SWOT (strength/kekuatan, weakness/kelemahan, opportunity/kesempatan, dan threat/tantangan). Kajian tentang hal ini pernah pula ditulis oleh Ismail Zubir dan dipublikasikan dalam blog pribadinya.

Pertama, kekuatan. Kekuatan dalam ibadah sebagaimana dipaparkan Al-Ghazali dalam Minhaj al-'Abidin terletak pada ilmu dan makrifat, serta harus ada dorongan dan motivasi. Sang Hujjatul Islam meletakkan ilmu di awal pembahasan bukunya dengan landasan hadis Nabi SAW, ''Ilmu itu pemimpin bagi amal, dan amal adalah pengikutnya.''

Hanya dengan ilmu, kata Al-Ghazali, ibadah dapat dipraktikkan dengan benar. Dan, ilmu-ilmu yang perlu dikuasai seorang hamba, antara lain adalah ilmu tauhid, ilmu sirri (rahasia ibadah), dan ilmu syariat.

Di samping harus memiliki ilmu, seorang hamba juga harus memiliki dorongan dan motivasi ibadah. Dorongan dan motivasi yang dimaksud Al-Ghazali adalah rasa takut (khauf) dan harapan (raja'). Rasa takut mencegah seseorang dari perbuatan maksiat. Sedangkan harapan menumbuhkan optimisme dalam menghadapi segala kesusahan hidup.

Kedua, kelemahan. Kelemahan seorang hamba dalam beribadah terletak pada ketidakmampuannya menghadapi ujian. Ragam ujian yang dijelaskan kitab Minhajul Abidin meliputi rezeki dan hawa nafsu, perasaan was-was dan khawatir, ketentuan Allah dalam takdir, serta musibah dan kesulitan hidup.

Untuk menghadapi segala kelemahan tersebut, Al-Ghazali menyarankan agar seorang hamba senantiasa mengingat kemurahan Allah SWT. ''Engkau harus kembali mengingat akan banyaknya pertolongan serta nikmat Allah kepadamu. Semua itu akan membawamu pada harapan,'' tegas Al-Ghazali. Penjelasan terperinci tentang tema ini terdapat dalam prinsip SWOT yang ketiga.

Prinsip ketiga adalah peluang. Kesempatan seorang hamba untuk mencapai kemuliaan di hadapan Allah selalu terbuka. Allah akan melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya selama seorang hamba mau bersyukur atas nikmat dan karunia-Nya. Al-Ghazali mempertegas pernyataan tersebut dengan sebuah ayat, ''Sesungguhnya jika engkau bersyukur, maka pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.'' (Ibrahim: 7).

Sedangkan prinsip yang terakhir adalah tantangan dan rintangan. Rintangan yang menghalangi niat tulus seorang hamba dalam beribadah sangat banyak. Secara umum Al-Ghazali menyebut empat macam godaan, yaitu dunia, manusia, setan, dan hawa nafsu. Ketundukan pada hawa nafsu mengakibatkan seseorang punya sifat riya' (pamer) dan ujub (sombong). Keduanya, menurut Al-Ghazali, berpotensi merusak nilai ibadah, bahkan berdampak pada dicabutnya keimanan dari hati seseorang.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement