Selasa 24 Sep 2019 22:00 WIB

Muhammadiyah: Laksanakan UU Pesantren dengan Konsisten

Pelaksanaan UU Pesantren sangat tergantung pada kinerja Kementerian Agama.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Muti, halal bi halal dengan seluruh jajaran Muhammadiyah pusat maupun daerah di Gedung Pusat Muhammadiyah, Senin (17/6).
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Muti, halal bi halal dengan seluruh jajaran Muhammadiyah pusat maupun daerah di Gedung Pusat Muhammadiyah, Senin (17/6).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah berpesan agar Undang-undang (UU) Pesantren dilaksanakan dengan komitmen dan konsisten.

"Yang penting sekarang adalah komitmen dan pelaksanaan UU Pesantren yang konsisten terutama oleh menteri agama," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti kepada Republika, Selasa (24/9).

Baca Juga

Mu'ti mengatakan, banyak sekali pasal-pasal dalam UU Pesantren yang terkait dengan pesantren ditetapkan langsung dengan Peraturan Menteri Agama (PMA). Maka pelaksanaan UU Pesantren sangat tergantung kepada kinerja Kementerian Agama (Kemenag).

Dia juga menyampaikan, Muhammadiyah telah berkomunikasi dengan anggota Komisi VIII DPR RI, pimpinan partai politik, dan sekretaris umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait RUU Pesantren. Kemudian diambil langkah-langkah yang bisa menjadi solusi bagi semua pihak untuk kemaslahatan umat dan bangsa.

Ia mengatakan, sebagian pasal inti yang diajukan Muhammadiyah terkait sistem pesantren yang lebih inklusif meliputi sistem yang terintegrasi dengan pendidikan umum. Maka dengan tambahan pasal itu, menurutnya pesantren yang dikembangkan ormas Islam termasuk Muhammadiyah dapat terwadahi.

Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI memastikan usulan PP Muhammadiyah terkait definisi pesantren telah masuk di dalam RUU Pesantren. Masukan Muhammadiyah itu diusulkan oleh Fraksi PKS dalam rapat kerja DPR dan pemerintah pada Kamis (19/9).

"Menjelang rapat tingkat pertama ada masukan mereka (Muhammadiyah), lalu PKS usulkan untuk memasukkannya ke dalam poin ketiga. Bahwa sekolah yang menggabungkan pendidikan umum dan agama tapi ada asramanya itu masuk ke dalam definisi pendidikan pesantren," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Iskan Qolba Lubis.

Masukan tersebut termaktub di dalam Bab III tentang pendirian dan penyelenggaraan pesantren pada pasal 5 ayat (1). Semula ayat tersebut hanya mencantumkan dua huruf yakni (a) dan (b). Disebutkan bahwa pesantren terdiri atas (a) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengajian kitab kuning.

Kemudian (b) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin. Kemudian dalam rapat kerja DPR dan pemerintah pekan lalu, disepakati bahwa ada penambahan huruf (c) yang bunyinya, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum.

Sementara, Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher menyampaikan, pembahasan UU Pesantren telah melalui proses yang cukup panjang selama tujuh bulan. Pada 25 Maret 2019 menggelar rapat pertama RUU Pesantren sekaligus pembentukan panitia kerja (panja).

Disampaikan dia, panja RUU Pesantren juga menyerap aspirasi dari banyak pihak pada Agustus lalu dengan mengundang perwakilan pesantren dan rapat dengar pendapat dengan ormas-ormas Islam. "Seluruh aspirasi telah kami tampung," jelasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement