REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukan rahasia lagi bila peradaban Islam sukses melahirkan sejumlah ilmuwan yang berkontribusi besar terhadap ilmu pengetahuan dunia hingga saat ini. Di antaranya Al Zahrawi. Pria bernama lengkap Abul Qasim Khalaf Ibn Al Abbas Az Zahrawi atau biasa disebut Abulcasis oleh orang-orang Eropa tersebut merupakan tokoh besar di bidang kedokteran, terutama ilmu bedah.
Sejumlah pemikiran serta peralatan terkait ilmu bedah telah ditemukannya. Ia menemukan sekitar 26 peralatan bedah yang tidak ada pada masa-masa sebelumnya, seperti pisau bedah, sendok bedah, spekulum, retractor, dan lainnya.
Dokter sekaligus ilmuwan yang lahir di Cordoba, Provinsi Andalusia, Spanyol, pada 936 Masehi ini juga menciptakan berbagai metode yang membantu perkembangan ilmu kedokteran modern. Perlu diketahui, kala itu, Cordoba adalah wilayah yang sangat kuat dan kaya di bawah naungan Dinasti Umayyah.
Tak heran jika banyak orang cerdas lahir dari sana. Bahkan, ilmuwan dari berbagai negara turut datang ke Cordoba untuk belajar. Al Zahrawi pun banyak dikunjungi dokter dari beragam belahan dunia. Mereka ingin mempelajari langsung pemikiran Al Zahrawi. Salah satu alat bedah penting yang ditemukan Al Zahrawi, yakni catgut.
Catgut atau benang bedah mulai dikenal pada pertengahan abad ke-10. Benang itu dibuat dari jaringan hewan, baik kambing maupun sapi, sehingga bisa diterima oleh tubuh manusia serta halal digunakan untuk Muslim. Sejak adanya catgut, para dokter dan tabib lebih mudah menutup luka.
Mereka tidak lagi menutupnya menggunakan semut atau daun. Al Zahrawi menuangkan segala pemikirannya tentang ilmu bedah ke dalam buku setebal 1.500 halaman berjudul At Tasrif liman Ajiza an At Ta'lif yang terdiri atas 30 jilid. Buku tersebut dianggap kitab kedokteran oleh para dokter di dunia.
Pasalnya, di dalam buku itu, Al Zahrawi menjelaskan sekitar 200 peralatan bedah, termasuk hasil temuannya. Beraneka teknik operasi bedah pun dipaparkan di sana. Melalui At Tasrif, ia juga menuturkan beberapa penyakit, meliputi gejala dan cara mengobatinya.
Karya monumental Al Zahrawi tersebut kini sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris, bahasa Prancis, dan sebagainya. Al Zahrawi menghembuskan napas terakhirnya pada 1013 Masehi pada usia 77 tahun. Dirinya sempat menjadi dokter khusus kerajaan pada masa pemerintahan Khalifah Al Hakam II.
Sumbangsihnya yang besar bagi perkembangan ilmu kedokteran membuat Al Zahrawi kerap disebut Bapak Ilmu Bedah Modern. Seorang penerjemah Italia bernama Pietro Argallata turut menyebutnya sebagai pemimpin ahli bedah dunia.