Ahad 22 Sep 2019 16:16 WIB

Muhammadiyah Beri Masukan Soal RUU Pesantren

Masukan terbaru Muhammadiyah soal RUU Pesantren sudah disampaikan kepada DPR.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Muti, halal bi halal dengan seluruh jajaran Muhammadiyah pusat maupun daerah di Gedung Pusat Muhammadiyah, Senin (17/6).
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Muti, halal bi halal dengan seluruh jajaran Muhammadiyah pusat maupun daerah di Gedung Pusat Muhammadiyah, Senin (17/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menyusun masukan terbaru soal Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pesantren berdasarkan kajian terhadap draf RUU hasil rapat kerja DPR dan Pemerintah per 19 September yang lalu. Masukan ini sudah disampaikan ke DPR.

"Resmi sudah disampaikan kepada ketua komisi VIII DPR. Masukan Muhammadiyah akan disampaikan kepada ketua DPR dan komisi VIII pada Senin 23 September," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti kepada Republika.co.id, Ahad (22/9).

Baca Juga

Salah satu masukan yakni terkait definisi pendidikan pesantren yang tercantum dalam draf RUU Pesantren. Pada pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa "Pendidikan pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin".

Mu'ti melanjutkan, Muhammadiyah mengusulkan model atau sistem pesantren integral, yaitu pesantren yang terintegrasi dengan sistem pendidikan formal sekolah atau madrasah. Apalagi tak sedikit ormas Islam yang mengelola pesantren dengan sistem itu.

"Justru sebagian besar ormas Islam mengelola (pesantren dengan) sistem integral tersebut, dengan nama boarding school. Di Muhammadiyah, sistem inilah yang dikembangkan, Muhammadiyah Boarding School," ungkap dia.

Lewat masukan itu, Muhammadiyah juga menyampaikan usulan soal prinsip pengelolaan pesantren. "Selain itu Muhammadiyah juga mengusulkan azas atau prinsip 'berkemajuan' dalam pengelolaan pesantren," papar Mu'ti.

Bagi Muhammadiyah, frasa "atau dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin" tidak berkaitan dengan model boarding school tersebut. Sebab, Mu'ti mengatakan, keduanya merupakan hal yang berbeda.

Disunggung soal pasal 1 ayat 1 RUU Pesantren, yang menyebut "dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin adalah kumpulan kajian tentang ilmu agama Islam yang tersusun secara terstruktur, sistematis, dan terorganisasi", Mu'ti kembali mengungkapkan bahwa keduanya berbeda.

"Ini soal sistem, bukan soal kurikulum," tuturnya.

RUU Pesantren telah disepakati Komisi VIII DPR dan Pemerintah melalui Kementerian Agama pada rapat kerja di Komisi VIII, Kamis (19/9) lalu. Dengan demikian, RUU tersebut selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan.

PP Muhammadiyah pada 17 September lalu telah mengirimkan surat permohonan penundaan pengesahan RUU Pesantren. Surat tertuju kepada Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Surat ditandatangani oleh Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, dengan melampirkan sejumlah pandangan.

Ada beberapa hal terkait RUU Pesantren yang menjadi fokus kajian Muhammadiyah. Di antaranya, definisi pendidikan pesantren, judul RUU tersebut, posisi RUU Pesantren dari sistem pendidikan nasional, naskah akademik RUU tersebut, dan ruang lingkup RUU Pesantren yang belum mengakomodir perkembangan pesantren.

Muhammadiyah berpendapat bahwa nomenklatur dan substansi yang diatur dalam RUU Pesantren tidak mencerminkan dinamika pertumbuhan dan perkembangan pesantren saat ini sesuai tuntutan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement