Kamis 19 Sep 2019 11:22 WIB

Edukasi Menjaga Lingkungan Harus Dimulai Sejak Dini

Orang yang merusak alam telah mewariskan perilaku buruk kepada anak-anak.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Hutan
Foto: ANTARA FOTO
Ilustrasi Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ustaz Hasan Basri Tanjung yang juga Ketua Yayasan Dinamika Umat mengatakan, pendidikan adab terhadap lingkungan harus dimulai sejak dini, mulai dari keluarga dan sekolah. Karena itu, SIT Dinamika Umat hadir sebagai model sekolah bersih tanpa cleaning service (petugas kebersihan). Menurutnya, sekolah ini adalah laboratorium adab terhadap lingkungan. 

"Kebersihan dilakukan oleh pengurus yayasan, guru dan murid secara bersama-sama. Di sekolah juga ditanamkan cinta pepohonan. Siapa yang mematahkan 1 ranting, maka ganti 1 pohon. Jangankan membakar atau merusaknya, mematahkan rantingnya saja tidak boleh. Inilah adab terhadap lingkungan," kata Ustaz Tanjung, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Rabu (18/9). 

SIT Dinamika Umat berdiri pada 2007. Sekolah ini bertekad menjadi ikon sekolah Islam yang bersih secara mandiri. Dengan mengangkat slogan "Sekolah bersih tanpa cleaning service", di sekolah ini tidak akan ditemukan petugas kebersihan. Kebersihan menjadi andil semua pihak yang terlibat di dalam sekolah. 

Ia menuturkan, setiap pagi siswa maupun guru menyapu halaman, ruang kelas dan membersihkan kamar mandi. Siswa sekolah dasar itu pun memungut dedaunan sesuai kelas masing-masing. Mereka juga tidak diperbolehkan memanjat pohon dan apalagi mematahkan ranting. Sehingga, pohon di lingkungan sekolah tumbuh bagus dan berbuah banyak. Mereka juga tidak diperbolehkan mengambil buahnya tanpa izin dan dinikmati bersama.

 

Menurut Ustaz Hasan, sekolah yang berlokasi di Bukit Dinamika Umat, Telaga Kahuripan, Bogor, ini bukan tidak mampu membayar tenaga kebersihan. Namun, sekolah ini ingin menanamkan nilai-nilai kebersihan dan keindahan kepada seluruh guru dan murid sebagai wujud keimanan dan keIslaman. 

Ustaz Hasan mengatakan, bahwa menjaga kebersihan sekolah adalah kewajiban bersama (fardhu ain), bukan fardhu kifayah. Sebab, bersih itu lahir dari konsep thaharah atau bersuci. Sehingga, badan, pakaian dan tempat harus bersih dari najis agar ibadah shalat diterima. Bukan hanya bersih fisik sewaktu hendak shalat, namun menurutnya yang lebih mendasar adalah bersih hati, pikiran, ucapan dan perbuatan.

"Jika sudah bersih, maka akan lahir pribadi yang indah, sehat dan beriman. Karenanya, keindahan, kesehatan dan keimanan hanya bisa tumbuh dari kebersihan," ujarnya.

Ia melanjutkan, bahwa anak-anak ditekankan untuk menjaga kebersihan. Jika tidak bisa membersihkan, paling tidak jangan mengotori. Adapun jika tidak bisa menanam, ia menekankan paling tidak jangan menebang. Sementara jika tidak bisa  memungut sampah, ia mengimbau setidaknya agar jangan membuang sampah sembarangan. 

Sebagaimana di dalam Alquran surat At-Taubah ayat 108, "Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang bersih." Kemudian dalam hadits disebutkan, "Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan" (HR. Bukhari).

Karena itulah, guru yang juga dosen di Institut Ummul Quro Al-Islami (IUQI) Bogor ini mengajak agar masyarakat bertanggung jawab memelihara keindahan dan ekosistem alam. Sebab, menurutnya, orang yang merusak alam telah mewariskan perilaku buruk kepada anak-anak. Sehingga, anak-anak tidak hanya menjadi korban kezaliman karhutla, tetapi juga merusak adab atau karakter anak bangsa. 

"Keindahan alam sudah dirusak tentu Allah murka karenanya. Tiada jalan lain kecuali bertaubat atas dosa sosial ini, yakni para pengusaha dan penguasa yang serakah dan zalim. Jika tidak, kerusakan alam, sosial, kesehatan dan kedamaian akan semakin parah," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement