Rabu 18 Sep 2019 13:32 WIB

Ini Cerita di Balik Kemegahan RS Terapung 'Ksatria Airlangga

RST Ksatria Airlangga ini merupakan rumah sakit terapung pertama di dunia.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus Yulianto
Melalui program Layanan Kesehatan Pulau Terpencil, YBM PLN bersama Ksatria Airlangga menyediakan rumah sakit terapung untuk melayani warga pulau Ende yang perlu mendapatkan bantuan medis.
Foto:

Saat mengadakan operasi besar, kondisi RST yang bergoyang karena ombak justru bukan menjadi masalah, selama goncangan yang terasa hanya disebabkan ombak kecil. Namun, untuk operasi kecil seperti pengangkatan katarak, diperlukan kondisi ruangan operasi yang stabil. Dan solusinya, RST Ksatria Airlangga bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk menyediakan kamar operasi yang steril.

photo
Sejumlah pasien RS Terapung Ksatria Airlangga tengah mendapat pengarahan (Foto: Dea Alvi Soraya)

"Saat oprasi besar, sebenarnya bisa saja dilakuan meski kapal sedikit bergoyang, tapi kalau operasi katarak itu tidak bisa, makanya kita bekerja sama dengan puskesmas setempat untk menyediakan kamar operasi yang steril," ujar Dr Dini.  

"Biasanya kamar yang digunakan itu adalah kamar persalinan karena memang paling steril, kita juga sediakan alat sterilisasi. Jadi ruangan itu akan kita sterilkan lagi, kita juga bawa AC sendiri agar suhu ruangan tetap terjaga," ujarnya.

Dr Ayu Dewi, dokter umum yang juga tergabung dalam tim medis RST Ksatria Airlangga mengatakan, goncangan kapal terkadang dapat menjadi pertimbangan saat melakukan tindakan operasi. Menurut dia, jika goncangan cukup besar, maka operasi akan dihentikan atau ditunda sementara.

"Kalau memang kondisinya tidak memungkinkan ya kita akan hentikan operasinya. Jadi, kita juga konsul ke kapten, misal angin atau gelombang besar kita akan hentikan operasinya sementara," katanya.

Kendala lain adalah keterbatasan obat-obatan. Dr Ayu mengatakan, stok obat yang paling rentan habis adalah obat berbentuk cair, seperti cairan infus, alkohol dan formalin, mengingat cairan tidak dapat dikirim melalui jalur udara yang selama ini selalu mereka andalkan saat stok obat-obatan mulai menipis.

"Selama ini kalau stok obat kurang, kita akan minta kirimkan bersama tim yang menyusul, dan biasanya menggunakan pesawat. Kadang ada obat berbentuk cairan  mudah terbakar seperti alkohol atau formalin, dan itu tidak bisa dikirim ke sini, makanya kita pintar-pintar ada cari stoknya. Biasanya kita akan cari di rumah sakit setempat dan beli di sana," ucapnya.  

Selama di Pulau Ende, Ayu mengatakan, para medis Ksatria Airlangga sudah melayani ratusan pasien dan melakukan beberapa tindakan operasi. Operasi katarak, kata dia menjadi tindakan terbanyak, yakni 10 kali. Namun, dia mengakui, katarak memang menjadi penyakit yang wajar diidap oleh penduduk pesisir.  

Fatimah Hamzah, salah satu warga Kota Ende, sengaja menyebrang lautan untuk mengobati penyakit tumor yang bersarang di lehernya sejak setengah tahun terakhir. Wanita berusia 64 tahun itu mengaku pasrah dengan segala keputusan para medis untuk mengobati penyakitnya.

"Awalnya benjolannya kecil, tapi lama kelamaan membesar. Saya pasrah saja dengan dokter, bagaimana caranya yang terbaik saja," katanya sambil terbaring di ruang pemeriksaan RST Ksatria Airlangga.

Sedangkan Nur Hasembone yang hari ini baru saja menjalani operasi katarak mengaku, sangat bersyukur atas kunjungan RST Ksatria Airlangga di pulau kelahirannya. Wanita 65 tahun itu mengatakan, sudah menderita katarak sejak lima tahun lalu dan hanya mampu mengandalkan mata kanannya saja untuk melihat dengan jelas.

"Sakit dari 5 tahun, dan hari ini operasi. Alhamdulillah bersyukur sudah dioperasi, dikasih obat juga. Saya antri dari pukul 06.00 dan baru dioperasi sekarang," ujarnya sambil menunjuk jam dinding yang menunjukkan pukul 13.00 WITA.

Euforia warga Pulau Ende sangat terasa saat Phinisi putih itu merapat dan mulai membuka pelayanan kesehatan. Sebelumnya, Nur mengaku, sangat kesulitan untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai, karena meski sudah tersedia puskesmas, namun peralatannya masih belum lengkap. Sedangkan untuk melakukan operasi mereka perlu pergi ke Kupang, yang tentunya akan memakan biaya yang besar.

"Saat kapal merapat, sembilan desa di Pulau Ende kumpul semua disini untuk berobat, dari ujung ke ujung itu datang semua, mulai dari kemarin," ujarnya sambil tersenyum dan menggumamkan terima kasih berulang kali kepada dokter yang telah membantunya sembuh.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement