Selasa 17 Sep 2019 11:00 WIB

Hikayat 1001 Malam yang Fenomenal

Meski telah berusia 12 abad, Hikayat 1001 Malam masih memiliki pengaruh yang besar.

Manuskrip asli 1001 Malam
Foto: Wikipedia
Manuskrip asli 1001 Malam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — ’Buku ibu’ sastra tradisional Arab. Begitulah para sastrawan dunia menjuluki kitab Alf Layla wa-Layla (Hikayat 1001 Malam). Karya sastra epik Arab terbaik yang amat fenomenal itu merupakan buah karya para sastrawan Muslim di era keemasan.

Meski telah berusia 12 abad, Hikayat 1001 Malam masih memiliki pengaruh yang besar terhadap budaya Arab maupun non-Arab. Karya sastra epik yang melegenda itu merupakan salah satu bukti kontribusi para sastrawan Muslim di zaman kekhalifahan bagi jagad sastra dunia.

Hikayat 1001 Malam yang begitu fenomenal tak pernah mati digilas zaman. Cerita rakyat yang sangat fenomenal itu selalu diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya dalam peradaban manusia.

Sejatinya, Hikayat 1001 Malam merupakan kumpulan cerita berbingkai yang sambung-menyambung dan menampilkan beragam tokoh yang berbeda-beda. Cerita rakyat yang berkisah tentangberbagai legenda, dongeng, fabel, dan roman dengan beragamlatar yang berbeda seperti Baghdad, Basrah, Kairo, Damaskus, Cina, Yunani, India, Afrika Utara, dan Turki itu muncul pada abad ke-9 M.

Ketika itu, Baghdad ibu kota Dinasti Abbasiyah telah menjelma sebagai metropolis intelektual dunia. Selaindikenal sebagai kota ilmu pengetahuan dan peradaban, di erakepemimpinan Khalifah Harun ar-Rasyid (786 M-803 M) Baghdad pun menjadi kota perdagangan yang sangat penting di dunia.

Kota itu menjadi tempat persinggahan para saudagar dari berbagai belahan dunia, seperti India, Cina, Afrika, serta Eropa. Konon, pada era itulah cikal-bakal Hikayat 1001 Malam mulai dirajut. Terdapat beragam versi tentang asal muasal lahirnya karya sastra epik Arab yang termasyhur itu.

NJ Dawood dan William Harvey dalam bukunya berjudul Tales from the Thousand and One Nights mengungkapkan, Hikayat 1001 Malam merupakan satra epik yang berasal dari tiga rumpun kebudayaan dunia, yakni India, Persia, dan Arab.

"Masterpieces seni cerita bertutur itu berasal dari sebuah buku dari Persia yang hilang berjudul Hazar Afsanah (Seribu Legenda)," ujar Dawood dan Harvey.

Menurut keduanya, buku cerita dari Persia itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada 850 M. Hazar Afsanah, kata keduanya, berisi tentang cerita rakyat India dan Persia. "Para pendongeng Muslim yang profesional membumbui dan mengadopsi cerita itu dengan warna lokal Arab."

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement