Selasa 17 Sep 2019 04:04 WIB

Menggapai Shalat Khusyuk

Menjalani shalat sebagai sebuah ibadah fisik tidaklah sulit.

Shalat
Shalat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Menjalani shalat sebagai sebuah ibadah fisik tidaklah sulit. Cukup dengan belajar syarat dan rukun shalat, seseorang mampu untuk menjalankan ibadah yang termasuk rukun Islam kedua itu dengan baik dan benar. Hanya, tidaklah semua shalat yang benar itu dijalani dengan khusyuk. Menggapai kekhusyukan seakan-akan bertemu langsung dengan Rabbul Izzati menjadi kerinduan segenap hamba.

Tidak kurang, Nabi SAW pernah terganggu saat menunaikan ibadah shalat. Hadis yang berasal dari Aisyah RA dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Malik mengisahkan hal tersebut. "Nabi SAW mempunyai khamisah (pakaian dari wol yang padanya terdapat lukisan), maka baginda memberikannya kepada Abu Jahmah dan mengambil sebagai gantinya anbijaniyah (pakaian dari wol yang paling kasar dan paling rendah mutunya). Mereka berkata: Wahai Rasulullah, khamisah lebih baik dari anbijaniyah. Baginda SAW bersabda: Aku melihat lukisannya dalam shalat."

Kisah lainnya terungkap dalam shalat seorang sahabat. Abu Thalhah sempat menunaikan shalat di kebunnya. Tiba-tiba, dia tertarik dengan seekor binatang yang terbang di atas pohon mencari jalan keluar. Mata Abu Thalhah sontak mengikuti pergerakan binatang tersebut. Alhasil, Abu Thalhah terlupa berapa rakaat shalat yang sedang dijalankannya.

Abu Thalhah lantas menceritakan apa yang terjadi kepada Rasulullah SAW. Dia pun berkata, "Kebun itu aku sedekahkan, aturlah mengikut kehendak tuan hamba.' Begitulah rasa penyesalan Rasulullah SAW dan sahabatnya ketika menyadari ada yang melalaikannya dalam shalat. Mereka tidak sayang untuk meninggalkannya.

Prof Musa bin Fathullah Harun dalam bu ku nya, Perjalanan Rabbani, mengung kap kan, lintasan-lintasan kerap datang ke benak seorang hamba yang menjalankan shalat. Lintasan tersebut mengganggu ja lan nya shalat. Bayangan itu datang dari luar atau dari dalam diri sendiri.

Perkara yang datang dari luar mengetuk telinga, bahkan terkadang tampak di pe lupuk mata. Mereka mencari perhatian. Tak jarang, hamba yang shalat hanyut oleh mereka. Pikiran-pikiran pun terseret kepa da perkara lain di luar shalat.

Penyebab lain datang dari dalam diri sendiri. Hal tersebut lebih sulit untuk di atasi. Orang yang memiliki obsesi bercabang di lembah-lembah dunia pikirannya tidak tertumpu pada satu aspek saja. Fokus pikiran berkeliaran dari satu aspek ke as pek lain. Karena itu, menundukkan atau memejamkan pandangan tidak lagi ber guna baginya. Apa yang telah bersemayam di dalam hati telah cukup menyibukkannya.

Abu Hurairah RA pun menyampaikan, Rasulullah SAW bersabda bahwa setan memang suka menggoda orang-orang yang shalat. "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda, 'Jika salah seorang dari kalian shalat, setan akan datang kepadanya untuk menggoda sampai ia tidak tahu berapa rakaat yang telah ia kerjakan. Apabila salah seorang dari kalian mengalami hal itu, hendaklah ia sujud dua kali (sujud syahwi) saat ia masih duduk dan sebelum salam. Setelah itu baru mengucapkan salam'." (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat Imam Bukhari, Abu Hurairah mengatakan, Rasulullah SAW pernah bersabda betapa gigihnya setan mengganggu orang-orang yang shalat setelah azan selesai dikumandangkan. Meski kabur dua kali usai azan dan iqamah dikumandangkan, setan kembali untuk menggoda manusia.

"Apabila dikumandangkan azan shalat, setan akan berlari seraya terkentut-kentut sampai ia tidak mendengar suara azan tersebut. Apabila muazin telah selesai azan, ia kembali lagi. Dan jika iqamah dikumandangkan, ia berlari. Apabila selesai iqa mah, dia kembali lagi. Ia akan selalu bersa ma orang yang shalat seraya berkata kepa da nya, ingatlah apa yang tadinya tidak kamu ingat! Sehingga orang tersebut tidak tahu berapa rakaat ia shalat." (HR Bu khari).

Prof Musa pun mengungkapkan, untuk mengatasi gangguan di dalam shalat, para ahli ibadah memejamkan penglihatan. Mereka shalat di tempat yang gelap, tidak membiarkan sesuatu boleh menyibukkan perasaannya berada di hadapannya. Me reka pun shalat di dekat dinding agar jarak penglihatannya tidak terlalu luas. Mereka menghindari shalat di tepi jalan atau shalat di tempat yang penuh perhiasan. Perma dani yang berwarna-warni atau dipenuhi dengan lukisan pun dihindari mereka. Para ahli ibadah, menurut dia, ahli ibadah me nunaikan shalat di ruangan yang kecil atau sempit.

Adapun sebab-sebab batin yang datang dari dalam diri memang lebih sulit meng atasinya. Untuk menundukkan atau memejamkan pandangan pun tidak lagi berguna. Apa yang telah bersemayam di dalam hati sebelumnya sudah menyibukkannya. Me nurut Prof Musa, cara mengatasinya adalah dengan menarik jiwa secara paksa untuk memahami apa yang dibaca dalam shalat. Dia pun disibukkan untuk memaknai bacaan tersebut sehingga melupakan yang lain.

Tak hanya itu, ingatan kepada akhirat menjelang takbiratul ihram bisa membuatnya tampil lebih khusyuk. Dia pun dapat bermunajat kepada Allah SWT Yang Maha Melihat dan mengosongkan hati dari perkara lain untuk kemudian mengucap takbir pertama. Wallahu a'lam.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement