Senin 16 Sep 2019 13:46 WIB

Seni Jawa Hingga Islam Ramaikan Penutupan Bulan Sura di Solo

Seni tersebut akan ramaikan Pergelaran Nutup Sura.

Rep: Binti Sholikah / Red: Nashih Nashrullah
Abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta membawa gunungan menuju Masjid Agung pada Tradisi Grebeg Besar di Solo, Jawa Tengah, Ahad (11/8/2019).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta membawa gunungan menuju Masjid Agung pada Tradisi Grebeg Besar di Solo, Jawa Tengah, Ahad (11/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO – Bulan Sura tahun ini bakal ditutup dengan pergelaran kesenian rakyat dari Jawa Tengah. Kesenian rakyat yang sudah jarang ditampilkan tersebut bakal menghibur masyarakat dalam acara Pergelaran Nutup Sura di Halaman Balai Kota Solo pada 30 September 2019 pukul 19.00 WIB.

Sebanyak lima kesenian rakyat dari lima daerah akan menyemarakkan kegiatan tersebut. Di antaranya, kesenian Sintren dari Pekalongan, kesenian Japin dari Demak, kesenian Ndolalak dari Purworejo, kesenian Barongan dari Blora, serta kesenian Kethek Ogleng dari Wonogiri.

Baca Juga

Ketua panitia acara, Teguh Prihadi, mengatakan acara tersebut menjadi satu rangakian acara besar sejak menyongsong 1 Sura dan diakhiri dengan Pergelaran Nutup Sura. Tahun ini menjadi yang kedelapan kali perhelatan tersebut digelar.

Dia berharap kegiatan tersebut bisa menyemarakkan kesenian di Solo khususnya pada Sura. Karenanya, kegiatan difokuskan pada karya seni pergelaran rakyat. 

"Beberapa daerah di Jawa Tengah masih ada kesenian rakyat meski eksistensinya muncul tenggelam. Melalui festival ini kami ingin hadirkan kembali agar pertunjukan rakyat yang cenderung terancam punah bisa dinikmati bersama-sama keberadaannya," ujarnya, akhir pekan lalu.

Teguh menjelaskan secara singkat mengenai kesenian rakyat tersebut. Ndolalak merupakan salah satu jenis kesenian rakyat yang dulu ada unsur transenden, tetapi sekarang gerakan transenden justru menjadi salah satu gerakan treatikal para seniman yang tampil. 

Kesenian Barongan tidak identik dengan reog. Barongan menjadi bagian atraksi barong yang dikembangkan dalam kesenian rakyat. Kethek Ogleng merupakan atraksi permainan kera. 

Kesenian Sintren hampir sama dengan ndolalak yang dulunya ada unsur transenden. Namun, Sintren menggambarkan orang yang dikurung dengan sangkar ayam, disediakan baju terlipat rapi dan dalam waktu singkat baju tersebut sudah dikenakan rapi oleh pemain. 

Sedangkan Japin merupakan seni yang sarat dengan nilai-nilai penyebaran agama Islam. "Sudah langka semua. Mereka para peserta rata-rata menawar kesenian yang ditampilkan sudah mengalami pengembangan. Itu sah-sah saja agar kesenian rakyat tidak termarginalkan dan bisa semakin eksis," kata Teguh.

Nantinya, pergelaran di halaman Balai Kota tersebut tidak menggunakan panggung, melainkan memanfaatkan area halaman. Sebab, akan banyak atraksi dan gerakan yang membutuhkan ruang bebas. Selain itu, untuk mendukung atraksi Kethek Ogleng yang menggunakan berbagai properti.

Penyelenggaraan acara di Balai Kota juga bertujuan menjadikan Balai Kota sebagai rumah tumbuh kembangnya berbagai kesenian rakyat.

"Selama ini, Sura dikonotasikan bulan pasif karena dianggap sebagai bulan tirakat atau meditasi. Dengan pergelaran ini diharapkan Sura menjadi bulan produktif yang dapat menginspirasi lahirnya kreator-kreator muda berbakat dan kreatif," kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement