REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj mengklarifikasi kabar pendanaan radikalisme di Indonesia yang diduga berasal dari Arab Saudi.
Kiai Said mengafirmasi apa yang disampaikan mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Mahfudh MD, benar adanya. Aliran dana yang berasal dari wilayah Arab Saudi mengalir ke Indonesia dengan gencar sejak 1980-an.
Tetapi Said menegaskan bahwa aliran dana tersebut bukan berasal dari pemerintah resmi Arab Saudi. Tetapi bisa jadi dari masyarakat atau donator yang barangkali tidak tahu-menahu peruntukkan kucuran dana itu untuk mendanai penyebaran Wahabisme di masjid dan sejumlah yayasan.
Kepada Republika.co.id di Jakarta, Rabu (11/9), Said mengatakan ada sekitar 1.800 masjid dan yayasan yang telah menikmati dana tersebut. Di antaranya adalah Yayasan As-Sunnah di Cirebon, Jawa Barat. “Sangat deras aliran dana dari Saudi, bukan dari pemerintah resmi,” kata dia.
Namun, di tengah-tengah perhatian dunia ke Arab Saudi saat ini, Said mengapresiasi gebrakan dan terobosan baru Arab Saudi. Negara tersebut di bawah inisiatif Putra Mahkota Muhammad bin Salman, kini melakukan reformasi keterbukaan. Meski tetap dengan paham Wahabisme hanya saja lebih modern, moderat, inklusif yang menerima perbedaan dan terbuka dialog.
Arab Saudi, kata Said, mendorong masyarakatnya turut berperan aktif di dunia internasional dan membangun peradaban Islam. Hal itu tentu mustahil dilakukan bila masih mempertahankan kejumudan, tekstual, apalagi radikal. “Ini terobosan berani dari MBS, itu kita harapkan,” kata dia.
Said menegaskan, selama ini hubungan antara Nahdlatul Ulama dan pemerintah Arab Saudi baik-baik saja. Perbedaan yang ada selama ini masih dalam koridor saling menghargai satu sama lain.