REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam autobiografi yang ditulisnya, Ibnu Ridhwan mengisahkan perjalanan hidup masa kecilnya.
Saat masih kanak-kanak, ia menikmati pendidikan dasarnya di masjid sekitar rumahnya. Di tempat itu, dia mulai belajar membaca dan menulis serta menghafal Alquran. Memasuki usia 15 tahun, Ibnu Ridhwan memilih untuk belajar ilmu kedokteran dan filsafat. "Saya kurang beruntung," cetusnya. Ia mengaku harus membiayai pendidikannya dengan keringat sendiri.
"Studi saya menjadi terhambat oleh berbagai halangan dan kesulitan," tutur Ibnu Ridhwan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Ibnu Ridhwan mengaku harus menjalankan praktik astrologi. Terkadang, dia juga mempraktikkan ilmu kedokterannya. "Kemudian saya juga mengajar."
Saat pertama kali belajar di sekolah kedokteran, Ibnu Ridhwan sempat kecewa. Pasalnya, para mahasiswa kedokteran harus membayar sejumlah uang agar bisa belajar dari seorang guru terkemuka. Para mahasiswa berduit belajar menghafal dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan para guru terkemuka. Cara belajar seperti itu pun dikritik Ibnu Ridhwan.
Ia lalu memutuskan untuk berhenti belajar dari gurunya itu. Sempat terpikir olehnya untuk belajar dari seorang guru kedokteran kesohor di Irak. Namun, Ibnu Ridhwan mengaku tak mampu untuk hijrah ke Irak. Meski serbaterbatas, semangat belajarnya tak pernah padam. Ibnu Ridhwan akhirnya memutuskan untuk autodidak. Ia memilih membaca karya-karya kedokteran yang ditulis Galen.
Keseriusannya mempelajari ilmu kedokteran juga berbuah manis. Seorang temannya yang sudah berprofesi sebagai dokter mengajaknya untuk menjadi asisten dokter. Di tempat itulah, dia belajar praktik kedokteran sebagai dokter pengganti dan memiliki pasien langganan sendiri. "Duniaku adalah kedokteran dan astronomi," papar Ibnu Ridhwan.
Selain mempelajari ilmu kedokteran, Ibnu Ridhwan juga serius mempelajari astronomi. Di perpustakaan pribadinya, sang dokter yang astronom itu menyimpan salinan Tetrabiblos--sebuah buku astrologi karya astronom dan matematikus Yunani dari abad ke-2 M, Ptolemeus. Ia lalu menulis kritik dan komentar atas karya Ptolemeus yang dipelajarinya secara intens.
Ibnu Ridhwan pun berhasil mencapai posisi tertinggi dalam bidang kedokteran. Ia diangkat menjadi kepala dokter istana. Sejarah mencatatnya sebagai seorang ilmuwan yang produktif. Tak kurang dari 100 karya dalam berbagai bidang, seperti astronomi, kedokteran, filsafat, ilmu alam, serta astrologi berhasil ditulisnya. Saksi sejarah fenomena Supernova itu tutup usia pada 1067 M. n