Senin 26 Aug 2019 21:00 WIB

Kebangkitan Islam adalah Mendayagunakan Potensi Umat

Kejayaan peradaban Islam dapat dikembalikan jika umat Islam mengerahkan potensinya

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Alhambra merupakan sebuah kompleks istana dan benteng peninggalan bersejarah sekaligus bukti jejak peradaban Islam di Eropa.
Foto: Republika TV/Kamila
Alhambra merupakan sebuah kompleks istana dan benteng peninggalan bersejarah sekaligus bukti jejak peradaban Islam di Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peradaban Islam pernah mencapai masa keemasan nya. Namun, dalam perkembangan selanjutnya hal itu tertinggal jauh dari peradaban di dunia Barat sehingga terpuruk. Hal tersebut menjadi fokus perhatian kalangan intelektual Muslim dunia, termasuk dari Indonesia.

Buku berjudul Rekonstruksi Peradaban Islam: Perspektif Prof KH Yudian Wahyudiini merespons masalah-masalah peradaban Islam. Buku yang ditulis Prof KH Saidurrahman dan Azhari Akmal Taringan ini menghimpun gagasan Prof Yudian yang dapat mengembalikan kejayaan peradaban Islam.

Baca Juga

Mengutip pendapat Prof Yudian, kemunduran umat Islam itu disebabkan karena umat Islam telah meninggalkan apa yang disebutnya dengan experimental sciences atau ilmu-ilmu alam.

Kondisi tersebut berbeda jauh dengan puncak kejayaan peradaban Islam, yang mana ilmu-ilmu alam tersebut berkembang secara signifikan. Setidaknya ada lima ilmu pengetahuan yang diterangkan secara lebih detail dalam buku ini untuk menunjukkan kejayaan peradaban Islam, yaitu Fisika, Matematika, Kimia, Astronomi, serta ilmu kesehatan, dan kedokteran.

Namun sayangnya, tradisi keilmuan tersebut justru banyak ditinggalkan oleh umat Islam saat ini. Dalam pandangan Prof Yudian, setidaknya ada dua hal mendasar yang menyebabkan umat Islam tertinggal dari umat-umat lainnya.

Pertama, konflik internal yang dialami umat Islam sejak lama. Kedua, umat Islam telah mem buang apa yang disebut experimental sciences itu sehingga umat Islam sulit bangkit bahkan sampai detik ini.

Pada saat umat Islam membuang atau tepatnya meninggalkan experimental sciences, itu sama artinya umat Islam telah menjadi kafir ilmiah. Tidak mengakui hukum Allah pada semesta. Padahal, jika umat Islam mampu menguasai ilmu-ilmu alam, seperti ma tematika, fisika, kimia, astronomi, dan lainnya akan dapat mengelola alam ini untuk kemakmuran dan kesejahteraannya.

Umat Islam saat ini berpandangan, ilmu-ilmu yang sangat penting adalah ilmu yang berhubungan dengan agama, seperti kalam, fikih, tafsir, hadis, dan tasawuf.

Selain itu, mereka memandang ilmu-ilmu lainnya hanya berurusan dengan masalah dunia semata.

Sejak saat itulah umat Islam tidak lagi mementingkan matematika, fisika, kimia, biologi, dan ilmu alam lainnya. Karena itu, buku ini menawarkan sebuah solusi untuk mengembalikan kejayaan umat Islam, khususnya di Indonesia.

Menurut Prof Yudian, kejayaan peradaban Islam dapat dikembalikan jika umat Islam kembali menguasai apa yang disebutnya dengan experimental sciencesatau ilmu-ilmu alam. Namun, menurutnya, ilmu-ilmu ini bukan ilmu yang berdiri sendiri, tetapi harus terintegrasi dengan ilmu agama.

Prof Yudian juga berpandangan, kebangkitan peradaban Islam sesungguhnya bukan dilihat dari semakin berkembangnya jumlah umat Islam. Tidak pula lewat upaya pengerahan masa di jalanan.

Kebangkitan Islam adalah bagaimana mendayagunakan potensi umat Islam. Dengan demikian, perlu upaya yang serius dan kerja keras yang konsisten untuk membangun sumber daya manusia yang tangguh sebagai penyangga peradaban Islam.

Pemikiran Prof Yudian tersebut menarik sekaligus menantang untuk ditelaah lebih lanjut. Dengan mengkaji pemikiran Prof Yudian di dalam buku ini, para pembaca akan mendapatkan pencerah an tentang akar masalah yang dihadapi umat Islam, sehingga kemudian mampu mengambil langkah-langkah konkret.

Dalam buku ini dijelaskan, para sejarawan dan pemikir Muslim sebelumnya juga telah menganalisis sebab-sebab kemunduran peradaban Islam Di antaranya, ada yang menyebut kemunduran peradaban Islam disebabkan ka rena intelektualisme Islam bergerak ke arah hal-hal yang bersifat sufistik dan lebih menekankan kepada ibadah, serta menghindarkan hiruk pikuk dunia. Sikap ini di kenal dengan zuhud atau asketisme.

Sebagian lagi ada juga yang menyebutkan karena pemerintahan Islam tidak lagi cinta terhadap ilmu pengetahuan, sehingga peradaban Islam mengalami kemunduran. Hal ini berbeda jauh dengan para pendahulunya yang sangat mendukung terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Para pemimpin Islam dahulu bahkan sangat mencintai ilmu dan senang terhadap aktivitas ilmiah, seperti seminar dan perdebatan yang bisa mempertajam nalar dalam memahami sebuah persoalan. Mereka juga punya perpustakaan pribadi sebagai tempat mereka membaca dan merefleksikan beragam persoalan yang dihadapi dalam kesehariannya.

Selain itu, ada juga yang menyebut masalah mendasar mundurnya peradaban Islam karena integrasi bangsa. Dunia Islam terpecahpecah ke dalam kerajaan atau bentuk negara-negara kecil. Akibatnya, dunia Islam kehilang an kekuatannya. Analisis lain me nyatakan, kemunduran umat Islam juga disebab kan karena tidak berkem bangnya ijtihad, sehingga akal tidak dapat bekerja dengan maksimal.

Namun, Prof Yudian memiliki perspektif yang berbeda dalam me lihat ketertinggalan umat Islam. Dalam buku ini, penulis menjelaskan, Prof Yudian juga melihat masalah mendasar dari mundurnya peradaban Islam, yaitu cara memahami Alquran yang berdampak pada sikap umat Islam terhadap alam.

Namun, dalam pandangannya Prof Yudian tidak menganggap masalah teologi sebagai penyebab mundurnya umat Islam. Apalagi, menjadikan teologi Asy'ariyah sebagai yang tertuduh. Sebagai intelektual Nahdlatul Ulama (NU), Prof Yudian hanya melihat masalah dari perspektif yang tidak dilihat oleh para pemikir Muslim sebelumnya.

Buku ini memang belum bisa memotret pemikiran Prof Yudian secara komprehensif. Namun, paling tidak buku ini dapat menjadi pemantik atau menjadi pintu masuk bagi siapa pun yang ingin menelaah pikiran Prof Yudian lebih lanjut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement