REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada abad ke-10, sarjana seperti Al-Razi dan Al-Hamdany, juga telah memberikan gambaran tentang potasium nitrat dalam pembuatan komposisi mesiu. Pada abad yang sama, tulisan mereka juga diperoleh dalam sebuah manuskrip berbahasa Arab Suriah.
Menurut seorang cendekiawan bernama Ibn Al-Bitar, pada 1240, dalam manuskrip berbahasa Arab Suriah itu diterangkan sejumlah resep pembuatan mesiu, dan salah satunya menggunakan potasium nitrat. Di sisi lain, ada pula terjemahan manuskrip tersebut.
Berdasarkan catatan sejarah, buku bahasa Latin berjudul Liber Ignium karya Marcus Graecus berangka tahun 1300, merupakan terjemahan dari buku berbahasa Arab itu. Isinya, banyak tulisan mengenai resep komposisi pembuatan mesiu.
Sebenarnya, buku berbahasa Arab mengenai mesiu maupun bidang kimia banyak dipelajari orang-orang Barat. Seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, Albert Magnus, memperoleh informasi Liber Ignium dari buku berbahasa Arab yang telah diterjemahkan di Spanyol.
Penggunaan mesiu sebenarnya juga telah digunakan sejak lama. Salah satu bukti penggunaan mesiu terjadi pada saat Perang Salib. Bukti ini ditemukan di Fustat, Mesir, pada 1168. Ini terungkap setelah ditemukannya bekas penggunaan potasium nitrat.
Jejak-jejak penggunaan potasium nitrat juga ditemukan pada tahun 1218 selama pengepungan Dumyat dan dalam pertempuran Al-Mansoura pada 1249. Di sisi lain, sejumlah sejarawan memperkirakan orang-orang Cina kemungkinan mengenal mesiu dari para pedagang Arab.
Sebab, Muslim Arab banyak melakukan penjelajahan maupun perdagangan ke luar negeri hingga ke Cina. Bahkan, orang Arab dan Cina memiliki banyak kesempatan bertemu baik di Cina maupun saat berada di luar negeri, tentu saja dalam hubungan perdagangan.
Pada awal tahun 880, diperkirakan sebanyak 120 ribu orang Muslim, Yahudi, dan Persia tinggal di Kanton. Ada empat manuskrip berbahasa Arab dikenal sebagai Almakhzoun, yang menjelaskan tentang hal tersebut.
Satu manuskrip terdapat di St Petersburg, dua di Paris, Prancis dan satu lagi di Istanbul, Turki pada tahun 1320. Manuskrip tersebut menggambarkan meriam portabel dengan bubuk mesiu. Penggambaran meriam tersebut pada prinsipnya sama dengan senjata modern.
Meriam telah digunakan dalam banyak pertempuran, seperti pertempuran Ain-Galout, yang terkenal dalam melawan invasi Mongol pada tahun 1260. Dinasti Mamluk telah mengembangkan kanon lebih lanjut pada abad ke-14. Para tentara Arab juga telah menggunakan meriam.
Mereka menggunakan senjata itu untuk melindungi kota-kota di Spanyol, seperti Sevilla pada 1248, Granada pada 1319, Baza atau Albacete pada 1324, Martos dan Huescar pada 1325, Alicante pada 1331, dan Algeziras antara 1342-1344.
Dapat disimpulkan, sejarah artileri di Spanyol terkait dengan orang-orang Arab. Pada masa pertengahan, orang-orang Arab juga memperkenalkan senjata api ke Spanyol. Kemudian, senjata tersebut dikenal di Italia, Prancis, dan akhirnya sampai ke Jerman.
Selain penggunaan bubuk mesiu yang terus berkembang, Al-Rammah juga menguraikan berbagai cara membuat panah dan tombak api. Ia memberikan gambaran pula mengenai sebuah teknologi yang kemudian disebut dengan torpedo.
Dalam karyanya, Al-Rammah menggambarkan torpedo sebagai sebuah benda berbentuk telur yang bergerak sendiri dan terbakar. Ia menjelaskan bahwa torpedo yang ada dalam benaknya adalah sebuah torpedo yang mampu bergerak di atas permukaan air.
Al-Rammah menguraikan, torpedo itu digerakkan oleh roket yang terbuat dari dua panci dipipihkan dan direkatkan. Di dalamnya, berisi serbuk logam dan campuran serbuk mesiu. Roket ini juga dilengkapi ekor untuk memastikan torpedo bergerak lurus.