Selasa 20 Aug 2019 12:00 WIB

Bukti Tradisi Lisan Mengandung Nilai-Nilai Agama

Ada tradisi lisan yang berkaitan dengan upacara keagamaan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Tulisan tradisional asal Lampung di atas kertas daluang pada Pameran Daluang, Fuya dan Tapa oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga, di Museum Sri Baduga, Kota Bandung, Kamis (24/8).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Tulisan tradisional asal Lampung di atas kertas daluang pada Pameran Daluang, Fuya dan Tapa oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga, di Museum Sri Baduga, Kota Bandung, Kamis (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Tradisi Lisan, Prudentia MPSS menjelaskan bahwa tradisi lisan umumnya ekspresi budaya tradisional masyarakat yang mengandung berbagai macam nilai. Maka pasti tradisi lisan berisi nilai-nilai yang luhur dan dianggap penting termasuk mengandung nilai-nilai agama di dalamnya.

"Tradisi lisan dari sudut isi mengandung nilai-nilai agama yang berlaku di masyarakat, yang diwariskan secara turun temurun dalam komunitas itu," kata Prudentia kepada Republika usai acara presentasi hasil studi penjajakan penelitian nilai-nilai pendidikan agama dalam tradisi lisan yang digelar Balai Litbang Agama Jakarta di Hotel Lumire Jakarta, Senin (19/8).     

Baca Juga

Ia menceritakan, ada tradisi lisan yang berkaitan dengan upacara keagamaan. Contohnya tradisi Sekaten yang sudah menjadi kegiatan tahunan di Yogyakarta. Tradisi Sekaten sebenarnya sebagai peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. Tapi sekarang tradisi Sekaten menjadi perhelatan yang bisa dinikmati publik, bahkan menjadi salah satu sarana pariwisata.

Dosen Peneliti dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) itu menerangkan, di Bengkulu dan Jambi juga ada tradisi Tabot. Tabot merupakan tradisi masyarakat Bengkulu untuk mengenang kisah kepahlawanan cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib.

"Tradisi itu nilai-nilainya lekat dengan agama itu semua tradisi lisan, karena tidak ada dalam kitab agama dituliskan, tapi (tradisi lisan itu) sekarang sudah menjadi event pariwisata," ujarnya.

Prudentia menambahkan, ada akikah atau pengurbanan hewan sebagai bentuk rasa syukur umat Islam terhadap Allah SWT atas bayi yang dilahirkan. Akikah kemudian pada praktiknya di Jawa diiringi dengan sesi menimang, mengayun dan membuai bayi. Juga dipanjatkan doa-doa baik untuk keselamatan bayi sambil melantunkan tembang.

Sementara di Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT), umat Katolik setiap tahun menggelar tradisi Semana Santa. Dalam tradisi tersebut umat Katolik mengarak patung Yesus yang disalib bersama patung Bunda Maria. Arak-arakan itu dilakukan setelah ibadah Jumat Agung. 

"Digelar tradisi mengarak patung Yesus dan Bunda Maria di Larantuka, bagi umat Katolik itu untuk menyambut Jumat Agung," ujarnya.

Prudentia mengatakan, para peneliti melihat tradisi lisan yang di dalamnya mengandung nilai-nilai agama. Nilai agama tersebut mau diajarkan dan diwariskan oleh masyarakat yang masih melaksanakan tradisi lisan. Tapi memang ada juga tradisi lisan yang mengutamakan atau menonjolkan nilai lain selain nilai agama.

Mengenai manfaat melakukan penelitian terhadap tradisi lisan, dia menyampaikan, manfaat paling utama agar generasi sekarang menyadari bahwa mereka memiliki tradisi di sekitarnya. Maka tradisi tersebut harus dihargai sebagai tradisi yang menghidupi mereka.

"Sehingga mereka bisa melihat tradisi tidak sekedar ritual biasa atau peristiwa permainan begitu saja, tetapi mengandung nilai-nilai yang akan membentuk karakter mereka," jelasnya.

Ketua Asosiasi Tradisi Lisan ini mencontohkan, permainan tradisional saat dimainkan bisa membentuk karakter para pemainnya untuk bekerja sama, memperhatikan teman, dan bersikap satria. Semua itu diajarkan dalam ajaran agama tapi orang yang melakukan permainan tradisional sudah mengimplementasikan ajaran agama itu.

"Jadi enggak dogma-dogma saja tapi mereka melakukan (mempraktikan)," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement