Sabtu 17 Aug 2019 04:57 WIB

Lenin Juga Takut Khilafah

Tak hanya sekarang, di zaman dahulu Lenin juga takut Khilafah.

Tan Malaka
Lenin di depan masa.

Nah, soal Pan-Islamisme dan gerakan khilafah modern adalah persoalan yang berbeda dengan kekhalifahan awal tersebut. Dua pemikir penting gerakan itu, Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani hidup pada puncak kolonialisme Eropa di wilayah-wilayah mayoritas Islam pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Keterpurukan umat dibandingkan ekspansi kolonial jadi dasar al-Afghani menilai perlu dibentuknya sebuah imperium Islam terpadu dengan nilai-nilai Islam. Setelah mereka, dinamika penetrasi asing di "Darul Islam" dan munculnya ide khilafah jadi pola yang berulang.

Di Indonesia, menurut jurnalis senior Republika Alwi Shahab, semangat Pan-Islamisme itu secara tersirat sudah terbentuk seiring pendirian Jamiatul Khair, lembaga pendidikan yang digagas komunitas Arab di Indonesia pada 1901. Menurut Abah Alwi, Jamiatul Khair punya korespondensi aktif dengan gerakan-gerakan Pan-Islamisme di Timur Tengah. Para alumni Jamiatul Khair ini juga yang kemudian membawa gagasan Pan-Islamisme ke Sarekat Islam yang berdiri pada 1912.

photo
Keterangan foto: Lambang Jamiatul Kheir.

Pada akhir dekade kedua abad ke-20, gerakan Pan-Islamisme ini kian kencang. Para pemikir Islam di berbagai negara serentak mengkampanyekan kebangkitan Islam secara terpadu melawan dominasi Barat. Tepat pada saat itu pandangan Lenin terhadap Islam, khususnya Pan-Islamisme yang merupakan akar dari gerakan khilafah, berubah. Agaknya, Lenin gerah karena internasionalisme Pan-Islamisme akan berhadap-hadapan dengan internasionalisme yang juga diperjuangkan komunisme.

Pada 5 Juni 1920, dalam "Tesis tentang Pertanyaan Nasional dan Kolonial" yangvia sampaikan  di Kongres Kedua Komunis Internasional (Komintern), Lenin menegaskan perlawanannya. "Semua partai komunis harus melawan Pan-Islamisme dan tren-tren serupa yang berupaya menggabungkan perjuangan kemerdekaan melawa imperialisme Eropa dan Amerika," tulis Lenin.

Sebagai bagian propagandanya, Lenin menilai gerakan Pan-Islamisme semata upaya menguatkan posisi para khan, pemilik tanah, mullah, dan sebagainya. Klaim ini janggal karena sedari mula, baik Jamaluddin al-Afghani maupun Muhammad Abduh membayangkan kesatuan politik Islam sedunia yang demokratis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement