Rabu 14 Aug 2019 23:23 WIB

Komunikasi Militer di era Peradaban Islam

Komunikasi militer meliputi bidang kegiatan militer, taktik dan peralatan komunikasi,

 Pasukan Dinasti Mamluk (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Pasukan Dinasti Mamluk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tentara Muslim pada abad pertengahan banyak menggapai kesuksesan. Kesuksesan terbesar terjadi saat Penaklukan Arab pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi. Tak hanya itu, kesuksesan besar juga diraih saat kemenangan tentara Ayyubi dan Mamluk pada abad ke-6 H dan ke-7 H (ke-12 dan ke-13 M). Hal tersebut banyak tercantum dalam risalah militer Arab atau buku tentang perang.

Kesuksesan tentara Muslim tersebut tentunya didukung dengan sejumlah kecakapan yang dimiliki oleh tentara perang. Baik dari segi tentara itu sendiri, senjata, peralatan, tembok pertahan, maupun siasat. Satu hal lagi yang harus diperhitungkan dalam kesuksesan perang adalah komunikasi militernya.

Komunikasi merupakan syarat utama dalam setiap aktivitas manusia di dunia dimanapun orang atau komunitas itu berada. Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan isi pernyataan kita kepada orang lain. Sama halnya dalam dunia militer, komunikasi merupakan sarana dalam membantu dan mendukung kerja serta kinerja satuan militer tersebut.

Komunikasi militer meliputi bidang kegiatan militer, taktik dan peralatan yang berhubungan dengan komunikasi. Pertama, komunikasi militer adalah komunikasi medan perang, termasuk hubungan dengan pemimpin perang dengan khalifah/pejabat negara. Secara historis, komunikasi militer pertama dengan cara mengirim atau menerima sinyal sederhana (sering tersembunyi atau encoded).

Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R. Hill dalam karyanya Islamic Technology: An Illustrated History menjelaskan selama masa awal penaklukan Arab, kurir penunggang onta menjadi perantara komunikasi antara khalifah di Madinah dan komandannya di medan perang. Setelah itu, perkembangan komunikasi militer semakin pesat. Buktinya saat kepemimpinan khalifah Umayyah (abad 1-2 H/ke-7-8 M), telah dibentuk pelayanan pos reguler yang disebut barid. Mereka mengadopsi sitem yang diterapkan oleh Byzantium dan Sassaniyyah Iran untuk mengelola barid tersebut.

Sejak saat itu barid digunakan sebagai tempat pengiriman semua jenis informasi, sipil dan militer. Barid ini mencapai tingkat efisiensi yang tinggi pada masa khalifah Abbasiyah di Baghdad (abad ke-2 hingga 7 H/ke- 8 M hingga ke-13 M). Bahkan pada saat itu telah dibentuk departemen pemerintah yang khusus bertanggung jawab atas pelayanan pos. Tempat-tempat perhentian perjalanan pos (markaz) dibangun di se panjang jalan-jalan utama dan jumlahnya tak kurang dari 430 buah di seluruh kerajaan itu, jelas Al-Hassan dan Hill.

Al-Hassan dan Hill memaparkan bahwa di Iran, para kurir perantara komunikasi menunggang bagal, yakni hewan campuran spesies kuda dengan keledai, atau lebih tepat keturunan antara kuda betina dan keledai jantan. Sedangkan di tempat lain menggunakan kuda atau unta.

Komunikasi militer semakin diperlukan, bahkan pada abad ke-3 H (ke- 10 M), Buwayhiyyah melibatkan pelari untuk bekerja sebagai penyampai pesan. Mereka dipercaya untuk menyampaikan pesan yang bersifat rahasia.Sedangkan untuk pesan-pesan penting digunakan merpati pos, jelas Al-Hassan dan Hill.

Efisiensi komunikasi militer lebih terasa saat kekuasaan Raja Mamluk (abad ke 7-13 H/abad ke 13-16 M). Di sana terdapat banyak tempat-tempat perhentian perjalanan pos sepanjang jalan sejak dari Kairo hingga Iskandariah, Damietta dan Mesir Atas. Mereka juga membuka tempat di ruterute lain mulai dari ibukota menuju Damaskus, Aleppo dan Sungai Efrat.

Pada mulanya ketika Mamluk terlibat dalam pertikaian dengan Mongol di perbatasan Utara, terdapat rangkai an menara api yang terpancang dari Sungai Efrat hingga Gaza melalui Palmyra, Damaskus, Baysan dan Nablus, ungkap Al-Hassan dan Hill. Kala itu, lanjut Al-Hassan dan Hill, jika ada bahaya mengancam, api dinyalakan sebagai sinyal secara berurutan dari mercu suar-mercu suar ini. Merpati Pos juga dimanfaatkan secara luas, dan ada pula menaramenara untuk merpati pos (burj) di berbagai tempat di Mesir dan Syria, jelas Al-Hassan dan Hill.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement