REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Departemen Kesehatan dan Sanitasi Lingkungan PP Dewan Masjid Indonesia (DMI) Abidinsyah Siregar mengatakan pengurus Dewan Masjid diharapkan dapat menjadi kader penyuluh penanganan stunting. Stunting ditandai dengan gangguan pertumbuhan pada anak, semisal tinggi badan lebih lebih rendah dibandingkan anak-anak sebaya. Di antara penyebab stunting adalah kekurangan gizi secara kronis.
"DMI mengelola lebih dari 900 ribu masjid di seluruh Indonesia dengan memiliki jamaah yang tetap, sehingga DMI memiliki potensial menjadi bagian dari kemitraan dengan Kementrian Kesehatan dan BKKBN dalam penanganan stunting pada balita,"jelas dia kepada Republika.co.id, Rabu (14/8).
Masjid memiliki lingkungan yang beranekaragam dan tidak membedakan suku maupun agama dalam bidang sosial. Bagi umat Islam khususnya suara masjid lebih didengar dibandingkan pihak lain.
Apalagi setiap masjid memiliki organisasi dari level kabupaten/kota hingga provinsi. Selain itu pengurus masjid biasanya merupakan tokoh masyarakat yang paling dikenal di lingkungannya.
"Begitu juga dengan pemuda masjid yang tentu mereka pemuda santun dan pandai sehingga potensi ini dapat dimanfaatkan untuk membantu masyarakat dalam menyebarluaskan pengetahuan masalah stunting,"ujar dia.
Abidinsyah berharap kerja sama ini dapat bermanfaat untuk menurunkan angka tunting pada balita. Menurut data dari Kemenkes, sebanyak sembilan juta anak balita di Indonesia mengalami stunting atau tubuh bertubuh pendek atau gagal tumbuh.
Masalah ini dialami sejak usia anak di dalam kandungan hingga dua tahun pertama hidup mereka.
"Melihat endemi yang sedang terjadi dalam lima tahun ini, dalam tempo 10 tahun kedepan kita akan melihat generasi muda indoensia bertubuh pendek, itu sebuah tragedi kepada kita bersama,"jelas dia.
Sehingga jika dengan banyak orang yang mengetahui masalah ini, seharusnya dapat menyebarluaskan kepada masyarakat. Termasuk melalui kader dari pengurus DMI.
Program kerja sama ini dalam bentuk lokakarya orientasi penurunan stunting dan angka kematian ibu dan bayi. Tahun ini DMI dan Kemenkes memilih tiga kabupaten/kota masing -masing di dua propinsi Sulawesi Tenggara dan Jawa Timur.
Kerja sama kemitraan DMI dengan Dit Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat, Ditjen Kesmas di Kendari 7-9 Agustus 2019 untuk Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Buton Selatan baru saja dilakukan,
Peserta yang mengikuti kegiatan harus menyampaikan kepada jamaah sehingga dapat memotong mata rantai penyebab stunting. Banyak faktor yang menyebabkan stunting.
Stunting diakibatkan oleh ibu hamil yang mengalami anemia. berat. Mereka yang mengalami anemia berat ini biasanya adalah ibu muda yang kurang memiliki pengetahuan mengenai kehamilan dan kesehatan.
"Biasanya ibu muda yang banyak mengalami ini adalah mereka yang menikah muda karena enggan memeriksakan kehamilannya ke dokter atau bidan,"jelas dia.
Kantor urusan agama (KUA) dalam hal ini juga perlu menjadi bagian dari kader penyuluhan terutama bagi perempuan yang ingin mneikah muda. Bagi mereka perlu diberikan penyuluhan karena perempuan yang belum cukup umur biasanya organ reproduksinya belum siap.
Tren menikah usia dini cukup banyak terjadi. Hampir di seluruh propinsi Indonesia ditemukan kasus tersebut. Dia pun berharap, pernikahan usia dini tidak akan terjadi lagi. Apalagi, sekitar 40 persen kematian ibu bersalin merupakan perempuan yang berusia di bawah usia ideal reproduksi.
"Dahulu masalah balita adalah busung lapar atau gizi buruk, tetapi itu hanya berpengaruh pada fisik sedangkan stunting ini berpengaruh pada perkembangan otak anak,"jelas dia.
Ketika DMI ikut andil dalam program ini, mereka bisa menyebarkan kepada ibu- ibu majlis taklim, anak perempuan, menantu dan keluarga sekitarnya. Sehingga anak Indonesia dapat lahir dan tumbuh berkualitas.
Abidin berharap program ini dapat terus berlanjut di tahun berikutnya. Sesuai dengan Visi Misi Presiden Joko Widodo untuk menghadirkan sumber daya manusia yang unggul, sebut dia, maka seharusnya pemerintah dapat memrioritaskan program ini.