Senin 22 Jul 2019 15:15 WIB

Syekh Nurjati, Mahaguru dari Cirebon

Cirebon dikenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di tanah Jawa.

Peziarah di makam Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Rabu (5/6).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Peziarah di makam Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Rabu (5/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cirebon dikenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Dari kota ini, terdapat salah satu tokoh penyebar agama Islam yang juga menjadi anggota Walisongo. Dialah Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Sunan Gunung Jati menjadikan Cirebon sebagai pusat kegiatan dakwah Islam. Dan konon, di tempat inilah para Walisongo biasa berkumpul. Dengan dipimpin oleh Sunan Gunung Jati, Walisongo bermusyawarah menyiapkan strategi dan agenda dakwah Islam kepada masyarakat.

Peran Walisongo, terutama Sunan Gunung Jati, dalam mengislamkan tanah Cirebondan Pulau Jawa, sangat besar. Bahkan, Sunan Gunung Jati dikenal pula sebagai orang yang memerdekakan wilayah Cirebon dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran yang ketika itu dipimpin oleh Prabu Siliwangi. Sejak peristiwa yang berlangsung pada 12 Shafar 887 Hijriah atau 2 April 1482 Masehi itu, Cirebon resmi berdiri sendiri sebagai Kerajaan Islam Cirebon.

Berkat jasa Sunan Gunung Jati itu pula, Islam mampu tampil sebagai sebuah kekuataan politik. Sedangkan sebelumnya, Islam hanya sebatas ajaran yang masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran yang beragama Hindu.

 

Namun, di balik kiprah Sunan Gunung Jati itu, ada peran besar dari seorang ulama yang senantiasa membimbingnya. Dialah Syekh Nurjati. Ulama ini dikenal sebagai guru  Sunan Gunung Jati yang senantiasa memberikan bimbingan dan pengetahuan agama kepadanya. Tak hanya kepada Sunan Gunung Jati, Syekh Nurjati juga mengajarkan agama Islam kepada ibunda Sunan Gunung Jati, Nyi Mas Rarasantang, dan pamannya, Raden Walangsungsang.

Nyi Mas Rarasantang dan Raden Walangsungsang merupakan putra Prabu Siliwangi dengan Subang Larang. Kedua kakak beradik itu rela meninggalkan gemerlap kehidupan istana demi mempelajari agama Islam.

Dalam buku, Syekh Nurjati, Mahaguru Agama Islam dari Syarif Hidayatullah yang Bergelar Sunan Gunung Jati yang diterbitkan oleh Panitia Peresmian Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon, 2010, disebutkan bahwa Syekh Nurjati memiliki nama asli Maulana Idhofi Mahdi. Dia adalah ulama besar yang berasal dari semenanjung Malaka. Ayahnya bernama Syekh Datuk Ahmad.

Tidak diketahui secara pasti kapan Syekh Nurjati lahir. Namun dalam usia muda, dia telah pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah. Setelah itu, Syekh Nurjati mengembara dan menuntut ilmu hingga sampai ke Baghdad, Irak. Dan di Negeri 1001 Malam tersebut, Syekh Nurjati menikahi seorang perempuan bernama Syarifah Halimah.

Dari pernikahan itu, Syekh Nurjati dikaruniai empat orang putra. Dari empat orang putranya tersebut, dua di antaranya bernama Syekh Abdurrahman (bergelar Pangeran Panjunan, pendiri Masjid Merah Panjunan di Kota Cirebon), dan Syekh Abdurrahim (bergelar Pangeran Kejaksan, pendiri masjid keramat Kejaksan di Kota Cirebon).

Namun, menurut seorang kuncen makam Syekh Nurjati, Miftahul Ulum, ulama ini tidak memiliki istri. Karena tak memiliki istri, sudah pasti juga tak pernah memiliki anak. Sedangkan mengenai Pangeran Panjunan maupun Pangeran Kejaksan, lanjutnya, keduanya adalah pedagang dan penyebar agama Islam dari Arab

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement