REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ada yang berbeda dalam pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1440 H di Masjid Istiqlal, yakni adanya shaf khusus bagi para disabilitas. Ini merupakan yang pertama kalinya, dan Masjid Istiqlal diharapkan bisa menjadi contoh bagi masjid-masjid lainnya dalam menyediakan fasilitas pada perayaan hari besar.
Pantauan Republika.co.id, jika masuk dari pintu masuk sebrang Stasiun Juanda, pada sisi sebelah kanan seusai shalat banyak para penyandang disabilitas yang menunggu jemputan mereka. Mereka menggunakan semacam kalung bertuliskan peserta, dan beberapa dari mereka sudah stand by sejak sebelum azan subuh.
Mereka tampak senang, karena akhirnya mereka bisa memiliki fasilitas yang layak ketika mereka melaksanakan shalat di hari raya besar Islam. “Idul Adha kali ini ada yang istimewa yaitu adanya keterlibatan para disabilitas. Dan ini memang instruksi dari Presiden,” ungkap Ketua Panitia Idul Adha 1440 H Masjid Istiqlal, Bukhari, saat ditemui Ahad (11/8).
Melalui instruksi presiden, ini kemudian turun ke Kantor Staf Presiden (KSP), lalu kemudian disampaikan ke Kementerian Agama (Kemenag) RI, dan akhirnya sampai kepada pengurus Masjid Istiqlal. Meski persiapannya baru tiga hari, tetapi semua berjalan dengan lancar dan semua bahagia.
Walaupun ini percobaan pertama, Masjid Istiqlal mengalokasikan para disabilitas di pinggir perbatasan perpisahan antara laki-laki dan perempuan. Ini agar mereka berada di baris depan dan dapat melihat dua layar LED.
“Tadi itu hadir sekitar 400 orang termasuk tunarungu, tunanetra, dan tun daksa. Untuk yang tunarungu itu kita siapkan paling depan, karena di depan itu kita siapkan layar untuk penerjemah bahasa isyarat, dan harus siapkan layar LED, tadi kita siapkan dua layar sebesar 3x4 meter,” ujar Bukhari.
Setelah barisan tunarungu, di belakangnya ada barisan tunanetra, lalu di belakangnya lagi ada barisan tuna daksa. Tetapi karena Presiden dan Wakil Presiden tidak jadi hadir untuk shalat Id di Masjid Istiqlal, akhirnya para tunadaksa diposisikan ke baris depan.
Untuk akses menuju Masjid Istiqlal, sebenarnya Kemenag RI menyiapkan tiga bus khusus untuk mereka, tapi kesulitannya, mereka tinggalnya berpencar. Sehingga banyak dari disabilitas mengakses kendaraannya masing-masing. Tapi panitia tetap menyediakan panitia khusus penjemputan para disabilitas dari gerbang untuk menuju shaf.
“Kita siapkan remaja Masjid Istiqlal 40 orang, kemudian ada kelompok dari Yos Interfit ASEAN 15 orang ini antaragama. Yg non-Islam kita tempatkan di luar dan yang Islam di dalam, mereka alhamdulillah mengerti, remaja antusias sekali dilibatkan, itu pengalaman ya. Kemudian mereka bisa terlibat event besar bisa dikatakan kenegaraan, dan alhamdulillah sukses,” ungkap dia.
Menurut dia, shalat Id hari ini termasuk lancar, walau sempat kerepotan karena masyarakat ada yang datang sebelum shalat Shubuh, dan shaf yang disiapkan untuk disabilitas sempat dipakai jamaah normal.
Dia berharap ini bisa ada terus dilaksanakan di Masjid Istiqlal dan berharap ini sebagai contoh pemula, diharapkan masjid lain yang sudah mampu menyelenggarakan itu, bisa menyelenggarakan. Karena seperti yang dikatakan para disabilitas sendiri, bahwa itu semua adalah pemenuhan hak mereka.
Dan pemerintah sudah perlahan memenuhi hak mereka, dalam hal ini adalah hak keagamaan. Dengan adanya fasilitas ini, para disabilitas bisa paham apa isi khutbah, karena selama ini ada keluhan bahwa mereka itu sangat minim untuk bisa mengakses informasi keagamaan.
“Karena mungkin mereka belum pernah kita libatkan seperti ini saat shalat Id, kita fasilitasi penerjemah, fasilitasi tempatnya, dan lainnya. Dan panitia mungkin repot tapi senang, karena kami merasa bisa berbuat sesuatu untuk mereka. Dan saya lihat mereka sangat senang sekali,” kata Bukhari lagi.
Telah disediakan empat penerjemah, dari beberapa organisasi disabilitas Indonesia, serta ada para volunteer dari salah satu organisasi ASEAN untuk membantu mengarahkan para disabilitas. Dua penerjemah disorot bergantian di salah satu tv plasma, dan dua lainnya berada langsung di depan para tuna rungu yakni satu penerjemah perempuan untuk jamaah perempuan dan satu penerjemah laki-laki untuk jamaah laki-laki.
“Dan tadi kita ada televisi plasma sudah kita bagi dua, satu menampilkan khatib, satu lagi menampilkan penerjemah. Jadi sebenarnya seandainya ada tuna rungu yang tidak ikut baris di shaf itu, di manapun dia berada bisa lihat televisi dan terjemahannya. Ke depannya akan begitu terus insya Allah,” papar Bukhari.