REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- al-Zahrawi juga mengembangkan teknik menutup luka yang disebut hecting pada abad ke-10. Metode menjahit luka ini biasanya dilakukan pada kulit atau jaringan tubuh yang sobek. Untuk melakukan hecting diperlukan dua alat, yaitu jarum dan benang yang dikenal dengan istilah catgut.
Catgut dibuat dari jaringan hewan. Biasanya dari usus sapi atau kambing. Zat dari dua hewan inilah yang dapat diterima oleh tubuh manusia ketika benang (catgut) tersebut menyatu dengan kulit. Apalagi dua hewan tadi halal digunakan menurut hukum Islam. Faktor kehalalan ini sangat diperhitungkan karena penemu metode hecting dengan zat catgut adalah seorang Muslim.
Dunia pun mencatat kontribusi al-Zahrawi ini. Sebuah buku yang ditulis Ingrid Hehmeyer dan Aliya Khan berjudul Islam Forgotten Contributions to Medical Science (Kontribusi Islam yang Terlupakan dalam Ilmu Pengetahuan Medis) secara tegas menyebut al-Zahrawi sebagai orang pertama yang menggunakan catgut sebagai alat untuk melakukan hecting. Buku ini diterbitkan Canadian Medical Association Journal pada 2007.
Metode hecting ia temukan saat menjabat sebagai anggota Dewan Dokter Raja Al-Hakam II pada masa kekhalifahan Umayyah di Andalusia (Spanyol sekarang). Penemuan tersebut merupakan sumbangan terbesar untuk dunia kedokteran dalam melakukan pembedahan.
Sebelum metode hecting ini ditemukan, pembedahan pada luka pasien dilakukan dengan cara membakar kulit atau jaringan yang terbuka. Istilah medisnya cauterization. Tindakan ini efektif menutup luka, tapi sangat menyakitkan dan mempunyai efek jangka panjang yang buruk.
Peran al-Zahrawi dalam mengembangkan ilmu kedokteran terus berlanjut. Tak hanya menemukan metode hecting dan penggunaan catgut, tokoh yang juga ahli kandungan ini juga menemukan foreceps. Ini adalah pisau bedah yang dipakai untuk mengeluarkan fetus (janin yang mati dalam kandungan).
Selain itu, ia pun membuat beragam obat pascaoperasi. Bahkan, al-Zahrawi pun bisa membuat gigi palsu dan memasangnya. Sungguh mumpuni!