REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Puji Lestari
Tak ada ajaran seindah tuntunan Islam. Tak ada yang lebih rinci dan sempurna mengatur kehidupan seorang hamba, selain agama penuh berkah dan rahmat ini.
Tiap perintah maupun larangan-Nya, selalu mengandung hikmah yang tak akan habis untuk dikaji, tak akan kering untuk senantiasa diselami. Dan, wudhu adalah salah satunya, yang hanya merupakan 'secuil' perintah namun kaya akan faidah.
Seorang Muslim kaffah, minimal lima kali dalam sehari membasahi dirinya dengan air wudhu. Jika untuk menghadapi seorang manusia kita mensyaratkan diri harus bersih dan rapi, apalagi jika yang akan kita hadapi adalah Allah SWT melalui shalat.
Bukan hanya kebersihan dan kesucian yang terjaga. Dengan wudhu, dosa-dosa kecil pun akan luruh bersama tetesan air yang jatuh. Subhanallah.
''Jika seorang Mukmin berwudhu (dengan membasuh mulut, hidung, muka, tangan, kepala, telinga, dan kakinya), keluarlah dosa dan kesalahannya dari mulut, hidung, muka, tangan (sampai dari ujung jari-jarinya), kepala, telinga, dan kakinya (sampai dari ujung jari-jari kakinya).'' (HR Malik, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).
Bilal dan Kebiasaan Jaga Wudhu
Bersikap berlebihan dalam segala hal adalah sikap tercela. Tapi untuk amalan satu ini, tidak. Sebuah teladan masyhur dari seorang budak Habsyi yaitu Bilal bin Rabah, manakala terompahnya telah menanti tuannya di surga.
Ini adalah karena amalan yang tampak sepele dan ringan, namun ternyata hanya menyapa jiwa-jiwa yang benar-benar ingin mempunyai nilai lebih di mata Allah. Itu karena menjaga wudhu.
Tak setiap amal kebaikan dapat dilakukan manusia. Banyak keterbatasan yang menjadikan manusia harus pandai-pandai mengenali potensi diri, dan menyumbangkannya untuk kebaikan sesama. Inilah bukti kesyukuran.
Si kaya yang saleh tentu ringan saja bersedekah, si cerdik pandai pasti mudah membagi ilmu, si kuat tentu gampang selalu turun membantu. Tiap diri pasti dibekali keunikan, dan pasti pula itu berarti tiap orang punya peluang untuk memiliki spesialisasi amal.
Inilah keadilan Allah SWT. Dan bagi si papa lagi lemah, yang belum berkesempatan menimba banyak ilmu dan mengajarkannya, maka menjaga wudhu, seperti halnya Bilal, adalah solusi terpuji. Yang diangkat ke hadapan Allah SWT adalah keikhlasan dan kesabaran beramal, bukan besar kecilnya perbuatan dipandang manusia.
Wudhu yang senantiasa terjaga, yang dikerjakan tidak hanya menjelang shalat, akan memberikan efek bagi jiwa. Ia umpama alarm yang menegur seseorang untuk selalu menjaga diri dari dosa dan maksiat.
Tak sekadar dampak duniawi. Di akhirat pun, ketika tiap manusia dalam keadaan letih yang sangat, dan ketakutan yang mencekam. Dia yang wudhunya selalu terjaga, akan mudah dikenali oleh Rasul SAW tercinta sebagai umatnya.