Kamis 01 Aug 2019 09:24 WIB

Sunat untuk Anak Perempuan, Bagaimana Hukumnya?

Ustaz Ahmad Sarwat menjawab pertanyaan seputar hukum sunat bagi anak perempuan

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Hasanul Rizqa
Di sejumlah negara, masih dilakukan sunat terhadap perempuan (ilustrasi)
Foto:

Mazhab Maliki

Adapun mazhab Maliki memandang, sunat bagi perempuan sebagai kemuliaan. Al-Qarafi (684 Hijriah), salah seorang ulama terkemuka mazhab Maliki menuturkan dalam kitabnya, Adz-Dzakhirah.

"Makruh bagi Imam Malik mengkhitan anak pada hari kelahiran ataupun hari ketujuh. Sebab, itu perbuatannya orang-orang Yahudi. Membatasi usia khitan ketika anak berumur tujuh tahun, sebagaimana diperintah untuk mereka shalat dari umur tujuh hingga 10 tahun. Ibnu Hubaib mengatakan, ‘Berkhitan bagi laki-laki sunnah, sedangkan bagi perempuan merupakan suatu kemuliaan."

Al-Hathab ar-Ru'aini (954 Hijriah), salah seorang ulama mazhab Maliki, menuliskan dalam kitabnya Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Khalil, "Adapun khitan bagi perempuan, Ibnu ‘Arafah mengatakan bahwa itu adalah syariat yang mulia."

 

Mazhab Hanbali

Pendapat dua mazhab di atas juga senada dengan pandangan dari mazhab Hanbali. Ustaz Sarwat menjelaskan, menurut mazhab ini, hukum berkhitan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. "Menurut mazhab Hanbali, (khitan) wajib bagi laki-laki, dan tidak wajib bagi perempuan," ujarnya.

Ibnu Qudamah (wafat 620 Hijriah), seorang ulama dari kalangan mazhab Hanbali, di dalam kitabnya, al-Mughni, menuliskan, "Diwajibkan bagi laki-laki berkhitan, sedangkan bagi perempuan tidaklah diwajibkan, melainkan hanya sebuah kemuliaan bagi yang mengerjakannya."

 

Syafii

Berbeda dari ketiga mazhab tersebut, Ustaz Sarwat mengatakan bahwa mazhab Syafii memandang bahwa berkhitan bagi laki-laki dan perempuan itu hukumnya wajib. An-Nawawi (wafat 676 Hijriah), salah seorang ulama mazhab Syafii, di dalam kitabnya, Minhaj at-Thalibin wa Umdatu al-Muftiin fi al-Fiqh menuliskan, "Wajib bagi perempuan berkhitan, dengan memotong sebagian daging kecil yang berada di bagian atas kemaluan, dan bagi laki-laki dengan menghilangkan sebagian kulit penutup bagian depan dari kemaluan, dan disunahkan bagi laki-laki untuk menyegerakan khitan di umur tujuh tahun."

Zakaria al-Anshari (wafat 926 Hijriah), yakni seorang ulama mazhab Syafii, di dalam kitabnya, Asnal Mathalib Syarah Raudhu ath-Thalib, menuliskan, "Dengan memotong sebagian daging kecil yang berada di bagian atas farji (kemaluan perempuan), letaknya di atas tempat keluarnya urine, dan bentuknya menyerupai jengger ayam, itu hukumnya afdhal (utama)."

Sementara, Ibnu Hajar al-Haitami (wafat 974 Hijriah), salah seorang ulama mazhab Syafii di dalam kitab Tuhafatu al-Muhtaj menuliskan, "Diwajibkan juga berkhitan bagi perempuan dan laki-laki."

Kemudian, al-Khatib Asy-Syirbini (wafat 977 Hijriah), salah seorang ulama mazhab Syafii, di dalam kitab Mughni al-Muhtaj menuliskan, "Diwajibkan berkhitan bagi perempuan, dengan menghilangkan sebagian daging kecil di atas kemaluannya."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement