Rabu 31 Jul 2019 11:00 WIB

Jangan Memperolok Orang Lain

Sering kali juga lidah tak terkendali dan terlontar celaan.

Takwa (ilustrasi).
Foto: blog.science.gc.ca
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Status sosial dan kedudukan tertentu terkadang menggoda seseorang atau sekelompok orang merendahkan orang lainnya. Mereka memperolok serta mencela orang yang dianggapnya lebih rendah atau tak sepadan. Sebab, mereka menganggap dirinya lebih tinggi dibandingkan orang lain.

Seorang Muslim yang mengenal Allah SWT dan berharap kehidupan bahagia di akhirat, jelas cendekiawan Muslim, Yusuf al-Qaradhawi, tak boleh memperolok orang lain dan menjadikannya sebagai objek permainan. Ada unsur kesombongan dan penghinaan terhadap orang lain dalam sikap tersebut,” katanya.

Menurut dia, Allah menegaskan agar tak memperolok kaum lain sebab barangkali mereka yang direndahkan itu lebih baik. Jangan pula, perempuan memperolok perempuan lainnya karena bisa saja perempuan yang diperolok itu lebih baik daripada perempuan yang memperoloknya.

Al-Qaradhawi menjelaskan, dalam pandangan Allah, orang baik adalah mereka yang beriman, ikhlas, dan menjalin hubungan baik dengan Tuhannya. Mereka bukan dinilai dari rupa, kedudukan, status sosial, bentuk tubuh, maupun kekayaan. Menurut Rasulullah, Allah tak melihat rupa dan kekayaan, tetapi Allah melihat hati dan amalan.

Dalam sebuah riwayat, Ibnu Mas’ud pernah membuka kain yang menutup bagian kakinya. Terlihat betis Ibnu Mas’ud kecil sekali. Pemandangan itu menggelitik sebagian sahabat yang berada di sekelilingnya saat itu terbahak. Rasulullah tak membiarkan begitu saja kejadian itu. Ia segera merespons dan bersikap tegas.

Apakah kamu menertawakan kecilnya betis Ibnu Mas’ud? Demi Allah, yang diriku dalam kekuasaan-Nya bahwa kedua betisnya itu timbangannya lebih berat daripada Gunung Uhud,” jelas Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thayalisi dan Ahmad yang dikutip al-Qaradhawi dalam bukunya Halal dan Haram.

Sering kali juga lidah tak terkendali dan terlontar celaan. Saat seseorang mencela orang lain, diibaratkan menghujamkan pedang ke tubuh orang yang dicelanya itu. Tapi, tikaman itu lebih menyakitkan daripada pedang sesungguhnya. Al-Qaradhawi menuturkan, tikaman melalui ketajaman lidah menorehkan luka yang begitu dalam.

Lebih jauh al-Qaradhawi mengatakan, yang masuk dalam kategori ini adalah menyematkan gelar atau panggilan tak baik pada orang lain. Dipanggilnya orang lain dengan gelar yang tak menyenangkan dan menjengkelkan. Jika dibiarkan, hal ini akan melahirkan permusuhan dan perpecahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement