REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyaluran kurban dari Rumah Zakat tidak hanya menjangkau penerima manfaat di dalam negeri, melainkan juga luar negeri. Chief Executive Officer (CEO) Rumah Zakat, Nur Efendi, mengatakan lembaga filantropi ini memiliki program kurban luar negeri yang mengusung kampanye "Superqurban, Energi Berkelanjutan."
Di luar negeri, Rumah Zakat menyalurkan kurbannya ke negara-negara yang membutuhkan seperti para pengungsi Rohingya, pengungsi di Somalia, Palestina, dan Suriah.
"Di luar negeri, kita bekerjasama dengan kedutaan Indonesia yang ada di negara tersebut dalam hal distribusi kurban," kata Efendi melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Senin (29/7).
Ia menuturkan, penyaluran kurban ke luar negeri memang tidak lebih dari 5 persen. Menurutnya, donatur atau shohibun qurban biasanya mengakadkan donasinya apakah untuk disalurkan di dalam negeri atau luar negeri.
Meski tidak lebih dari lima persen, namun Rumah Zakat bertujuan untuk menyalurkan kurban lebih merata, yang tidak hanya dilakukan di dalam negeri tetapi juga luar negeri. Untuk masing-masing wilayah atau negara, Efendi mengatakan besaran penyaluran superqurban disesuaikan dengan kebutuhan mustahik di sana.
Sejauh ini, ia mengatakan tidak ada kendala dalam distribusi kurban ke luar negeri. Karena itu, menurutnya, sinergi dengan pihak kedutaan Indonesia di negara tersebut begitu penting.
Tahun ini, Rumah Zakat menargetkan 15.000 pengkurban dan direncanakan bisa menghasilkan sekitar 1 juta paket kornet dan rendang atau disebut paket superqurban. Rumah Zakat melakukan inovasi dalam mengelola daging kurban dalam bentuk rendang atau kornet yang dikemas dalam kaleng. Sehingga, superqurban bisa menjangkau berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri.