REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof KH Said Aqil Siroj, menyatakan perekonomian Indonesia saat ini dinilai belum sangat stabil. Pasalnya masih menghadapi perlambatan dan sejumlah tantangan.
Kiai Said menilai kondisi ekonomi di Tanah Air bukan hanya kesalahan dari satu pihak melainkan dampak dari kapitalis global.
"Ada kezaliman yang legal seperti monopoli, hegemoni, agreement trading, dan lainnya. Kezaliman ini menindas negara-negara berkembang," ujarnya kepada wartawan saat ditemui di acara peresmian Sekolah Tinggi Ekonomi Islam NU Arridho Depok di Kota Depok, Jawa Barat, Jumat, (26/7).
Akibatnya, kata dia, meski Indonesia memiliki komoditas, namun tidak bisa menentukan harga sendiri. "Jadi ini pengaruh kebijakan global yang menzalimi. Solusinya, masing-masing negara harus melawan," kata Kiai Said.
Walau demikian, dirinya melanjutkan, NU tidak anti-konglomerat. Hanya saja konglomerat harus menjadikan kelas menengah sebagai mitra.
"Misalnya Amerika sebagai negara besar, ya harus jadikan negara ketiga sebagai mitra. Jangan dijadikan jongos atau pembantu," tuturnya.
Supaya perekonomian Tanah Air membaik, ujar Kiai Said, konglomerat di Indonesia juga harus bermitra dengan pengusaha kecil. Kemudian pengusaha kecil membuka lapangan kerja untuk karyawan, buruh, serta lainnya.
"Jadi jelas NU tidak menentang konglomerat, tapi harus ada pemerataan. Apalagi kebijakan ekonomi Pak Darmin (Menko bidang Perekonomian) yang sudah dikeluarkan 14 kali pun belum menyentuh kepentingan rakyat, belum terasa faedahnya," jelas dia.
Said berharap, pemerintahan Presiden Joko Widodo berikut bisa mengatasi berbagai masalah ekonomi sekaligus menyentuh kepentingan rakyat. "Sebab pemerintah merupakan pemandatan dari rakyat," kata dia.