REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah menyatakan sedang mempersiapkan konsep standar kelas ramah anak pada madrasah. Konsep tersebut rencananya akan ditetapkan pada daerah-daerah rawan bencana.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menilai, konsep madrasah ramah anak merupakan model sekolah yang mengintegrasikan prinsip-prinsip perlindungan anak dalam layanan pendidikan madrasah.
"Nondiskriminasi, partisipasi anak, tumbuh kembang dan kepentingan terbaik bagi anak merupakan prinsip-prinsip dasar yang melandasi penyelenggaraan pendidikan," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat, (26/7).
Ia menyebutkan, ciri madrasah ramah anak di antaranya tidak ada kekerasan dan pembulian, ketersediaan jajanan aman, sehat dan bermutu, pembudayaan hidup sehat dan bersih, melek bencana, serta bebas dari rokok. Kemudian tidak ada hukuman kekerasan, dan fokus pada penguatan karakter.
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati menambahkan, kebijakan madrasah ramah anak berarti memang ada perspektif perlindungan anak di dalamnya. Maka kurikulum yang diterapkan pun harus memiliki perspektif perlindungan anak dan prinsip perlindungan anak.
"Sarana prasana harus ramah anak juga. Tidak ada besi atau sarana prasarana yang berbahaya bagi anak," katanya saat dihubungi Republika.co.id.
Konsep madrasah ramah anak, kata dia, harus pula memperhatikan manajemen dan peraturan madrasah. Dipastikan peraturan tersebut terbaik bagi anak, serta bukan untuk menghilangkan hak pendidikan anak, tapi mendorong agar anak senang sekaligus merasa nyaman di sekolah.
"Budaya dan relasi sehari-hari perlu dibangun untuk budaya yang ramah pada anak. Misalnya dari sisi sarana prasarana, ada standar, misal toilet laki-laki dan perempuan terpisah. Lalu tidak berada di tempat jauh tapi bisa telihat juga terakses dengan baik," tutur Rita.
Bila diterapkan di daerah rawan bencana, maka menurutnya konsep madrasah ramah anak harus memuat kurikulum yang mengajarkan anak tentang bencana. Di antaranya bagaimana cara melindungi diri, ditunjang dengan infrastrukturnya.
"Misalnya, ada titik kumpul, lalu bentuk pintu itu ke luar, sehingga ketika gempa tidak mengunci. Harus ada mix dari sekolah adiwiyata, sekolah sehat, dan lainnya," jelas dia.