Senin 22 Jul 2019 12:12 WIB

Alquran dan Sunah Kekuatan Sains Islam

Alquran dan sunah mendorong umat Islam kembangkan sains.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Alquran
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sains atau ilmu pengetahuan memiliki makna yang sangat luas dalam tradisi Islam. Dia mencakup rasio dan juga dimensi metafisika yang ada dalam Alquran dan sunah.

Kontribusi Ilmuwan Muslim dalam bidang sains sangatlah besar pada masa-masa kejayaan Islam. Hingga saat ini, sains Islam masih banyak dikaji di berbagai dunia, di forumforum diskusi maupun di universitasuniversitas. Seperti apa masa depan sains Islam?

Baca Juga

Berikut wawancara lengkap wartawan Republika Muhyiddin bersama Direktur Pascasarjana Yildiz Technical University Turki, Prof Alparslan Acikgenc, usai menjadi pembicara di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, belum lama ini.

Seperti apa karakteristik sains Islam?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus melihat ke dalam sejarah keilmuan dalam peradaban Islam. Sekarang, pertama, ini sama dengan semua tradisi bahwa keilmuan yang setiap ilmuwan kembang kan memiliki bahasa masing-masing. Karakteristiknya yang pertama adalah bahasa keilmuan kita adalah Arab. Jadi, artinya, jika ingin sukses maka ilmuwan harus belajar bahasa Arab.

Sebelum kita melanjutkan, mungkin ada baiknya saya harus menjelaskan suatu hal terlebih dahulu yang meskipun penemuan dalam sains secara universal tidak ber ubah dalam setiap masyarakat dengan masyarakat lainnya, tapi cara pengungkapan penemuan itu harus dipahami dan di lakukan dengan cara yang berbeda dalam tradisinya.

Sekarang ini artinya sains sebenarnya memiliki karakteristik yang sama seperti dengan sains di dunia manapun, tidak ada bedanya dalam Islam atau Barat sekalipun. Tapi, seperti yang sudah saya katakan, framework-nya berbeda.

Karena itu, setiap ilmuwan memiliki karakteristik masing-masing. Dan karakteristik dari sains Islam adalah bahasa Arab. Itu terminologi yang hanya dimiliki kita. Misal, kata mahiyah yang kita gunakan, itu tidak mungkin diter jemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Mereka mengartikannya sebagai esensi. Itu tak salah dan secara metafisik benar, tapi saat kita menggunakannya dalam mahiyatul insan, human nature, maka di sana mahiya diartikan sebagai nature (alam). Padahal, secara metafisika mereka meng artikannya sebagai esensi. Jadi, lihat saja, itu tidak bisa diterjemahkan. Bisa saja dicarikan arti relatifnya yang bisa digu nakan.

Contoh lainya kata fitrah, juga tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Lagi-lagi diartikan sebagai nature (alam). Atau, misal, contoh lainnya kata teologi tidak ada dalam tradisi sains Islam. Awalnya orang Barat mengartikannya dari bahasa Yunani, theologia. Dalam bahasa Arab tidak ada kata itu karena sulit diungkapkan. Akhirnya, Ibnu Sina bisa mengembangkan kata itu menjadi ilahiyah.

Jadi, dalam tradisinya sains Islam memiliki karakteristik tersendiri. Dan satu hal lagi, karakteristik sains Islam lahir dari Alquran dan sunah. Berbeda dengan orang-orang pada zaman ini tidak berpaku pada itu lagi. Mereka hanya berpikir secara matematis dengan mengesampingkan Alquran dan sunah.

Pada awalnya orang-orang banyak belajar karena Alquran juga mendorong manusia untuk mempelajarinya. Nabi kita membangun sekolah pertama di Madinah. Mengajarkan ilmu tradisional dan mengem bangkannya.

Saat orang-orang belajar, mereka mendapat aktivitas keilmuan yang baru, hingga mencapai level tertentu, mereka menciptakan aljabar, kimia, dan optik yang sebenarnya itu sudah ditemukan oleh umat Islam sejak lama. Tapi, pada saat yang bersamaan, ada juga orang-orang Yunani yang juga memiliki kerja yang besar dalam sains. Akhirnya, mereka juga mengambil dari keilmuan Yunani.

Jadi, ini karakter lain dari sains Islam yang juga lahir dari sumber luar. Tentu saja dalam perkembangannya cendekiawan Muslim mengembangkan banyak ketentuan teknikal yang menjadi sangat kaya dan dinamis sehingga menjadi tradisi keilmuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement