REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Muid Badrun
Ada ungkapan Arab yang terkenal di kalangan pesantren, yaitu Man Jadda WaJada yang artinya Barang siapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil, -where there is a will there is a way! , juga terkenal di masyarakat kita pepatah Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Ungkapan tersebut saat ini, terdengar nyaring, tapi sunyi dalam implementasi. Banyak di antara kita menginginkan sukses, perubahan lebih baik, move on, atau lainnya, tapi hanya berhenti ke emosi keinginan semata. Tidak lebih.
Akibatnya, antara harapan dan kenyataan jauh panggang dari api. Antara rencana dan hasil tidak sesuai. Nah, dari sinilah semestinya kita menyadari betapa kita ini lemah dalam eksekusi. Kita ini lebih banyak berkata daripada berbuat. Sehingga, terjadilah inflasi kata-kata di sekitar kita. Jika ini kita biarkan terus berlanjut, bukan peradaban aksi yg kita tanam untuk masa depan anak-anak kita, tetapi malah peradaban kata-kata. Akibatnya, kita akan semakin tertinggal dari bangsa lain.
Islam pun sudah memberikan satu pedoman yang sangat apik akan hal ini. Kita lihat di surah al-Ankabut (29) ayat 69: Hai orang-orang yang bersungguh- sungguh mencari keridhaan kami, kami akan benar- benar tunjukkan jalan kami. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang baik. Ayat ini memberikan motivasi pada kita semua, bahwa sikap, tindakan, laku, perbuatan, yang didasari dengan semangat sungguh- sungguh, akan menghasilkan. Dengan kata lain, kebanyakan dari kita tidak berhasil (dalam hal apa pun) karena kurang sungguh-sungguh dalam ketekunan menjalani prosesnya.
Lalu, bagaimana caranya agar sungguh-sungguh itu bisa menjadi ruh dan napas di setiap tindakan yang kita lakukan? Selama itu bertujuan baik, dilakukan dengan cara yang baik (kaidah fiqihnya al-ghayah wal washilah: tujuan dan cara itu baik dan benar), maka kesungguhan itu harus dipaksa. Sekali lagi harus dipaksa. Dengan jalan dipaksa, lelah memang, capek iya, berat pasti, bosan sudah tentu, tapi akan berhasil juga. Bukankah, keberhasilan akan terasa nikmat rasanya jika diawali dengan bangunan lelah, capek, berat, dan bosan bukan? Demikian sebaliknya.
Seperti cerita dalam film Negeri Lima Menara yang mengisahkan seorang santri diminta ustaznya memotong sebatang kayu. Meski pedangnya tumpul, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, terus- menerus dan semangat yakin akan patah, kayu itu pun akhirnya juga patah. Tekad dan kesungguhan ini pula yg harus dimiliki semua orang saat ini. Dari kalangan mana pun dan profesi apa pun. Jika ingin kaya, sungguh-sungguhlah dalam bekerja. Jika ingin sukses, sungguh-sungguhlah dalam menjalani proses.
Jika ingin bahagia, sungguh-sungguhlah menutup telinga dari setiap ucapan yang melemahkan. Jika ingin naik kelas dan diterima perguruan tinggi ternama, sungguh-sungguhlah belajarnya. Jika ingin menjadi juara dan dapat beasiswa, sungguh- sungguhlah dalam ketekunan dan latihan, dan seterusnya.
Singkat kata, sungguh-sungguh itu tidak cukup hanya diucapkan. Tapi, lebih utama dari itu, dilakukan saat ini juga. Dasarnya adalah keyakinan akan berhasil. Seperti pepatah: What you get is what you belief, apa yang Anda yakini itu berbanding lurus dengan apa yang Anda raih. Ini pula yang saya temukan di sosok (sebut saja) Pak Lukman. Tiap hari ia berangkat pagi pulang malam jualan pisang. Ketika saya tanya, Bapak jualan pisang tiap hari lewat sini, apa yang bapak dapatkan?.
Saya tahu, jualan saya tidak selalu laku, Mas, tapi saya yakin akan laku Mas karena saya sungguh- sungguh menjualnya, tidak mudah menyerah. Allah pun melihat kerja keras saya, jawabnya. Keyakinan dan kesungguhan pak Lukman inilah yang saat ini sering alpa dalam diri kita. Jangan sampai ya?