REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para khalifah senantiasa menaruh perhatian besar terhadap perkembangan kota-kota di wilayahnya. Mereka mengalokasikan dana yang cukup besar. Dana tersebut digunakan untuk penataan kota, membangun fasilitas publik, atau mendirikan bangunan berarsitektur menawan yang mengedepankan keindahan seni Islam.
Khalifah dari Dinasti Umayyah mengawali langkah semacam itu di ibu kota pemerintahan, Damaskus. Melalui karyanya, History of the Arabs, Philip K Hitti menguraikan, di tengah kota tersebut dirancang seperti sebuah mutiara pada gelang batu jamrud. Di sana berdiri megah istana Umayyah yang diberi nama al-Khadhra.
Istana ini lokasinya berdampingan dengan Masjid Umayyah, yang sudah direnovasi oleh arsitek besar bernama al-Walid. Hingga kini, masjid itu masih berdiri dan menjadi salah satu warisan Islam. Kota berusia 6 ribu tahun itu segera menjadi pusat dunia Islam yang sangat sibuk.
Dinasti Umayyah turut membangun berbagai institusi di bidang kesehatan, di antaranya bagi penderita lepra. Rumah-rumah sakit juga didirikan di berbagai kota. Selain itu, Kufah dan Basra di Irak dikembangkan sebagai kota perdagangan, pendidikan, agama, dan pemerintahan.
Pada era itu pula, ujar Tamim Ansary dalam bukunya, Dari Puncak Baghdad: Sejarah Dunia Versi Islam, kota-kota garnisun melunak menjadi sentra komersial yang sibuk. Di dunia Islam bertebaran kota-kota yang ramai dan sibuk. “Ini merupakan dunia urban,’’ ungkapnya.
Ketika Khalifah al-Mansur memulai masa kekuasaan Abbasiyah, dia segera membangun ibu kota baru yang bernama Baghdad. Pembangunan yang dimulai pada 762 itu selesai pada 765 Masehi. Keistimewaan Kota Baghdad adalah keberadaan sebuah cincin dinding yang melingkar sempurna, berdiameter 1,6 km, tinggi 29,8 meter, dan tebal 44 meter.
Dengan bentuk semacam itu, lalu muncul sebutan sebagai Kota Bundar. Dalam waktu 20 tahun, Baghdad menjadi kota tersibuk dan terbesar di dunia Islam. Air mengalir dari Sungai Eufrat dan Tigris melalui jaringan saluran air. Pasar-pasar selalu ramai dengan kehadiran para pedagang dari seluruh penjuru negeri.
Ya'qubi, seorang ahli geografi Arab, menggambarkan bahwa Baghdad memiliki 6.000 jalan dan lorong. Selain itu, terdapat sekitar 3.000 masjid serta 10 ribu pemandian umum. Hal serupa juga terjadi di Kordoba, Andalusia. Abdur Rahman, penguasa Andalusia keturunan Umayyah, ingin menciptakan kembali Damaskus di Spanyol.
Ketika itu, ujar Ehsan Masood dalam Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern, Kordoba sudah menjadi kota penting, namun tidak terurus dengan baik. Abdur Rahman menciptakan kota itu sebagai pusat kebudayaan, pendidikan, dan pengetahuan. Kemasyhuran Kordoba bahkan disebut-sebut mampu menyaingi Baghdad.
Ratusan masjid berdiri di Kordoba. Kota metropolis ini pun memiliki akses terhadap kenyamanan pada zamannya, seperti air di setiap rumah dan lampu jalan. Perpustakaan besar juga dibangun, begitu juga perluasan lahan pertanian.