Senin 15 Jul 2019 20:00 WIB

WNA Prancis Takjub Diajak Masuk Kampung Quran

WNA Prancis melihat Rumah Tahfizh Bobanehena dengan pemandangan alam di Jailolo.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Agung Sasongko
Contoh Kampung Quran di Sadaunta, Sigi, Sulteng.
Foto: DOk PPPA Daarul Quran
Contoh Kampung Quran di Sadaunta, Sigi, Sulteng.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah seorang kader tahfizh PPPA Daarul Quran, Rizki Yanuar Rini, sedang mengemban tugas di wilayah pelosok Maluku Utara. Ia menceritakan salah satu pengalaman berkesannya, yakni bertemu dua orang warga negara asing (WNA) yang berasal dari Prancis, dimana dua WNA itu merasa takjub dengan ‘Kampung Quran’.

Dikala ia sedang berbuka puasa sunnah Senin di sebuah rumah makan milik orang tua salah satu santrinya, ia bertemu sepasang WNA Perancis yang tersesat. Mereka adalah Jean-Pierre (60) dan Stella (54). Karena tak ada warga yang memahami bahasa mereka, Rizki pun memberanikan diri berbincang dengan keduanya.

“Nggak ada yang mengerti Bahasa Inggris, ya sudah saya bantu. Saya menemani mereka makan nasi goreng sambil mengobrol panjang,” kata Rizki dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/7).

Berdasarkan obrolan tersebut, Rizki mendapat informasi bahwa keduanya adalah backpacker yang sudah enam kali bolak-balik Indonesia. Keduanya telah mengelilingi hampir semua pulau besar yang ada di Indonesia. Namun Maluku, Maluku Utara, dan Papua belum mereka jelajahi.

Tak hanya Indonesia, negara lain pun rupanya juga menjadi destinasi mereka kala berpetualang. “Kebetulan waktu itu mereka baru sampai Jailolo. Saya rekomendasikan saja ke ‘Kampung Quran’ tepatnya di Rumah Tahfizh Bobanehena, di sana ada wisata bagus. Saya bilang, kalau sempat cari saja saya, tanyakan Ustazah Kiki, nanti semua tahu,” kata Rizki sambil tertawa.

Ia mengira keduanya tak akan sampai ke wilayah pengabdiannya itu, tapi ternyata perkiraannya meleset. Keesokan harinya, santri-santri binaannya mengirimkan pesan singkat bahwa ada WNA yang datang ke Bobanehena. “Mereka mengaku menikmati wisata Rappa Pelangi, snorkeling sampai jauh ke budidaya rumput laut warga,” kata Rizki.

Kemudian ia mengundang pasangan WNA itu untuk mampir ke rumah tahfizh yang dibinanya. Meski keduanya sempat tersesat jauh hingga ke desa tetangga, namun ketika mereka memutar arah pulang, keduanya akhirnya menemukan salah satu rumah tahfizh yang terletak di tepi jalan.

“Saat itu kondisinya hujan. Saya bawa mereka masuk kelas sambil ngeteh. Mereka tanya-tanya tentang: ini agenda apa, dari organisasi mana, bagaimana saya bisa ke sini, bagaimana kegiatan sehari-hari di sini. Sementara anak-anak yang menyimak hanya melongo sambil malu-malu menyaksikan mereka,” Rizki menjelaskan sembari tertawa geli lagi.

Kepada Rizki, keduanya mengaku takjub karena masih banyak warganya yang memegang teguh agama sejak kecil. Berbeda dengan di negara asal mereka yang rakyatnya cenderung sekuler.

Petualangan kedua backpacker tersebut pun berlanjut dimana pada hari ketiga, keduanya diajak Rizki berkeliling Gunung Jailolo menggunakan motor. “Saya ajak sarapan nasi kuning yang dibungkus daun woka, mereka suka banget. Lalu lanjut ke Pantai Marimbati dan Pantai Susupu,” ungkap Rizki.

Sambil menikmati pemandangan Pantai Susupu, mereka berdiskusi. Menurut Rizki, keduanya ternyata mengamati bahwa terdapat sekat antara perkampungan muslim dan nonmuslim. Di Jailolo, perkampungan Muslim terletak di pesisir pantai atau dekat laut, yang dikelilingi oleh perkampungan nonmuslim.

Keduanya bahkan mencermati soal kerusuhan agama yang terjadi pada 2000. Akibat dari kerusuhan ini adalah sekat tak kasat mata yang memisahkan perkampungan muslim dan nonmuslim tadi. “What a terrible accident,” kata Jean-Pierre kepada Rizki.

Pada hari keempat, Rizki tak menemani jalan-jalan kedua WNA yang menginap di Losmen Fitrah ini. Akhirnya keduanya jalan-jalan sendiri hingga akhirnya pada ba’da Ashar, anak-anak ramai memanggil saya.

“Ada mister, ada mister cari ustazah,” ujar Rizki menirukan santri-santrinya heboh kedatangan WNA.

Rizki mengajak keduanya masuk ke dalam kelasnya sambil ia menyelesaikan tugas mengajar santri iqro yang memang sedang berlangsung. Keduanya mengamati sambil bermain bersama anak-anak. Ternyata kedatangan mereka kali ini adalah untuk mengucapkan perpisahan.

Keduanya mengaku senang bisa melihat aktivitas di Rumah Tahfizh Bobanehena sambil menikmati pemandangan alam di Jailolo. Selain membuat kenangan dengan berfoto bersama, keduanya juga menitipkan pesan bagi para santri.

“Semangat belajarnya, semoga sukses dan patuhi guru kalian,” kata Jean-Pierre.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement