Kamis 11 Jul 2019 05:05 WIB

Kisah Sapi Membuka Tabir Kejahatan

Nabi Musa AS sabar menghadapi siasat licik umatnya.

Gurun
Foto: tangkapan layar Reuters/Zohra Bensemra
Gurun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah yang terjadi pada masa Nabi Musa AS berikut ini menjadi salah satu bukti betapa Allah SWT adalah sebaik-baik pembuat makar. Kejahatan yang dilakukan oleh seorang hamba tak akan mampu menandingi kebesaran dan kekuasaan-Nya. Pembuktian tersebut bisa melalui beragam cara dan media, tak terkecuali melalui media binatang. Dalam konteks kisah kali ini, hewan yang dimaksud adalah sapi. 

Pada masa itu, ada dua orang tua renta yang sama-sama memiliki satu putra laki-laki. Keduanya pun telah saling mengenal sejak mereka masih kecil. Dari segi usia pun, tak berbeda jauh antarkeduanya. Akan tetapi, satu hal yang membedakan antara dua pria bani Israel tersebut adalah status sosial dan tingkat kekayaan.

Orang tua pertama, selain anaknya sebagai harta satu-satunya dalam hidup, ada satu ekor sapi yang dia miliki. Sementara orang tua yang kedua hartanya berlimpah. Hartanya jauh lebih banyak daripada orang tua yang hanya memiliki satu ekor sapi tadi.

Meski berbeda dalam status sosial, mereka saling menghargai. Selama bersahabat, mereka tidak pernah bersaing dalam hal kepemilikan sehingga persahabatan mereka kekal sampai usia senja.

Pada akhir usianya, dua sahabat itu memanggil anaknya masing-masing. Kedua orang tua saleh itu berpesan kepada putranya itu agar menjaga dan merawat baik-baik harta peninggalannya. Orang tua yang hanya memiliki satu ekor sapi itu meminta anaknya untuk tetap taat kepada Allah SWT meski sudah tidak memiliki kedua orang tua.

Dia mengatakan, selain satu ekor sapi, tidak ada lagi harta warisan yang bisa diberikan kepada anaknya. Untuk itu, dia meminta putranya dapat merawat baik-baik peninggalannya meski hanya satu ekor sapi. "Peliharalah sapi itu peninggalanku untukmu. Aku akan berdoa kepada Allah SWT agar hidupmu mendapatkan perlindungan-Nya."                       

Pesan yang sama, untuk menjaga harta warisan, pun disampaikan oleh pria kedua. Namun sayang, kehidupan bahagia dan layak ternyata tidak bisa dinikmati oleh anaknya. Putra semata wayangnya itu justru bernasib tragis. Ia meninggal di tangan paman kandungnya sendiri. Sang paman konon serakah ingin menguasai harta almarhum.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement