REPUBLIKA.CO.ID, SUMEDANG— Radikalisme di Indonesia terus menggelinding bak bola salju. Keberadaannya menggerus rasa nasionalisme, rasa persatuan, dan kesatuan, serta menimbulkan keresahaan di masyarakat.
“Paham radikalisme nyata di depan kita. Agar tidak terus meluas seluruh elemen masyarakat harus dioptimalkan membendung paham ini. Jangan sampai kita abai dan justru kecolongan. Bahkan radikalisme ini justru banyak menjangkiti kalangan terdidik,” kata Inspektur wilayah III Inspektorat Jendral Kementerian Agama RI, Hilmi Muhammadiyah, dalam Workshop dengan tema “Menangkal Radikalisme Melalui Penguatan Kapasitas Dakwah Damai di Masyarakat”.
Kegiatan berlangsung selama dua hari dari 7-8 Juli 2019 di Hotel Asri Kabupaten Sumedang. Acara ini terselenggara atas kerjasama Lembaga Visi Indonesia bersama pemerintah melalui Kementerian Agama Republik Indonesia.
Tentu hal ini cukup beralasan. Data hasil Riset MataAir Foundation yang dipaparkan Muhammad Adul Idris menunjukkan paham radikalisme tidak saja menyentuh kalangan masyarakat umum tapi juga sudah menyentuh pada kalangan terdidik.
Yang menjadi catatan, menurut dia, adalah selama ini sudah banyak orang yang berbicara soal radikalisme tapi jarang sekali yang berbicara tentang solusi. Idris berharap fakta yang ditampilkan hasil riset tentang masifnya gerakan radikal harus benar-benar dicari solusinya.
“Selama ini sudah sangat cukup dan melimpah tentang riset radikalisme yang meresahkan sekaligus mengancam tatanan kehidupan bernegara di Indonesia. Saya kira harus selangkah lebih maju, yakni tidak sekadar memaparkan hasil keresahan atas radikalisme namun segera menemukan formula solusinya. Biar keresahan atas hasil riset segera mungkin terjawab solusinya.
Sementara itu, delegasi NU Care, Abdullah Mas’ud, mencoba melihat dari perspektif yang berbeda. Menurutnya radikalisme bisa ditimbulkan berbagai macam faktor untuk itu dua hal yang bisa ditawarkan adalah penguatan dakwah damai di masyarakat serta penguatan ekonomi.
“Cara-cara dakwah damai di masyarakat harus diperbanyak. Jangan sampai menggunakan cara-cara dakwah yang menimbulkan ketakutan dan kekerasan. Pendekatan sopan santun dan lembut harus dikedepankan. Kemudian, penting rasanya gerakan pemberdayaan ekonomi umat. Insya Allah kalau faktor ekonomi ini sudah teratasi tidak akan ada lagi gerakan radikal maupun paham radikal,” paparnya.
Menutup acara workshop, Abdullah Mas’ud memutarkan beberapa video yang menggambarkan kehidupan masyarakat yang harmonis serta kegiatan pemberdayaan ekonomi yang bisa menjadi salah satu solusi menangkal gerakan radikal.
Ketua panitia Muhammad khotim, dalam keterangannya, mengatakan kegiatan ini sudah diagendakan sejak lama sebagai bentuk keprihatinan serta keinginan mencari solusi bersama terhadap merebaknya paham radikal di kalangan masyarakat khususnya kalangan terdidik.
“Alhamdulillah bisa bekerjasama dengan Kementerian Agama RI mengadakan workshop dalam rangka mencari solusi bersama menangkal paham radikal. Paham radikal tidak saja mengancam persatuan dan kesatuan bangsa tapi juga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,” tutur dia.