Selasa 09 Jul 2019 06:00 WIB

Seperti Apa Hubungan NU dan Para Habaib? Ini Penjelasannya

NU dan Muhammadiyah memiliki keterikatan kuat dengan para habib.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Alquran/ilustrasi
Alquran/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam penyebaran Islam di Indonesia, para ulama Alawiyyin atau para keturunan Rasulullah SAW yang kerap disebut habib, memiliki keterikatan dengan Nahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah. Hubungan tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di Nusantara tapi juga di Makkah, karena di sanalah ulama Hadramaut dan ulama nusantara bertemu.

Hal ini disampaikan Habib Ismail Fajrie Alatas, seorang profesor dari New York University Amerika Serikat. Menurut dia, hubungan antara ulama Alawiyyin dan ulama NU salah satunya terjalin sebagai guru dan murid.

Baca Juga

“Misalnya Syekh Hasyim Asy’ari (pendiri NU) sendiri itu salah satu gurunya Habib Husein bin Muhammad al-Habsyi, beliau seorang mufti Syafiiyah di Makkah,” ujar Ismail saat berdiskusi di Kantor Majelis Hikmah Alawiyyah beberapa waktu lau.

Bahkan, menurut dia, biografi KH Hasyim Asy’ari pertama kali ditulis seorang habib kelahiran Indonesia, yaitu Sayyid Muhammad Asad Shahab. Biografi tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa Arab, sehingga Asad Shahab bisa memperkenalkan kebesaran KH Hasyim Asyari di dunia Arab.  

Selain itu, menurut dia, hubungan antara ulama Alawiyyin dan ulama NU juga dapat dilihat dari pesantren-pesantren NU. Islam Fajrie mencontohkan seperti halnya di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo yang dibesarkan oleh pahlawan nasional KHR As’ad Syamsul Arifin.

“Kalau misalnya Anda membaca kitabnya Kiai As’ad yang tentang akidah, itu di beberapa halaman terakhir beliau cantumkan di situ Ratib-nya Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad . Yang mana ratib itu selalu dibaca oleh santri-santri beliau,” jelas peneliti Maktabah Kanzul Hikmah ini.

“Jadi inilah pentingnya kita mengingat sejarah ini agar tidak ada lagi yang membenturkan antara NU dan habaib. Ini satu, ahlussunnah wal jamaah,” kata dia. 

Dia melanjutkan, ulama Alawiyyin sebenarnya tidak hanya memiliki hubungan dengan ulama NU, tapi juga dengan ulama dari Muhammadiyah. Karena, menurut dia, bagaimanapun pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan juga belajar di Makkah.

“Kiai Ahmad Dahlan juga belajar di Makkah, dan di Makkah juga ulama-ulamanya sangat terhubung dengan Hadramaut. Maka tidak heran, jika mungkin ada koneksi-koneksi yang kita juga belum tahu dan harus terus ditelusuri,” ujarnya.

Sementara itu, Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Amerika Serikat, Akhmad Sahal alias Gus Sahal menegaksan bahwa hubungan ulama NU dan para habaib di Indonesia sangat kental. Menurut dia, hubungan keduanya bahkan terlihat dalam tradisi keilmuan di pesantren.

“Saya hanya menegaskan betapa memang keterkaitan antara ulama nusantara, ulama nahdliyin, dengan kalangan habaib itu memang sudah ada bukan hanya secara historis, tapi juga secara intelektual,” jelas Gus Sahal.

Peneliti muda Muhammadiyah, Ahmad Najib Burhani, juga tidak menampik terkait adanya hubungan ulama Alawiyyin dengan ulama Muhammadiyah. Walaupun, menurut dia, Muhammadiyah sempat juga memiliki hubungan dekat dengan komunitas Tionghoa di Indonedsia, khususnya pada periode 1950-1990. 

“Tapi kalau misalnya kita lihat sebelumnya dari zaman KH Ahmad Dahlan, itu ada hubungan yang cukup dekat antara Muhammadiyah dengan Al-Irsyad, Jamiat Kheir,” kata Najib.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement