Kamis 28 Mar 2019 21:33 WIB

MPR: Jangan Lupakan Jasa Ulama dalam Perjalanan Indonesia

Peran ulama dalam sejarah bangsa Indonesia sangatlah besar.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.
Foto: MPR
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mengajak masyarakat jangan melupakan jasa dan peran ulama dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. 

Dia mengatakan, jejak dan peran ulama serta habib itu bisa dilihat dari upaya menyelamatkan Pancasila, NKRI, penciptaan lagu, bendera Merah Putih, dan lambang negara, Garuda Pancasila.

Baca Juga

"Karena itu saya ingin mengatakan, tidak hanya penting jas merah yaitu jangan sekali-kali melupakan sejarah, tapi penting pula jas hijau, yaitu jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama," kata Hidayat, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (28/3). 

Hal itu dia katakan dalam sosialisasi Empat Pilar MPR, di Yayasan Munashoroh, di Ruang Pola Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Kamis. 

 

Dia mengungkapkan, peran para ulama dan habib dalam perjuangan Indonesia. Di antaranya lagu Hari Merdeka dan himne Syukur yang diciptakan ulama sekaligus habib yaitu H Mutahar yang nama lengkapnya adalah Habib Muhammad Bin Husein al-Mutahar. 

Kedua lagu itu menurut dia memperlihatkan hubungan keislaman dan keindonesiaan, misalnya lagu Syukur yang diciptakan pada 1946 dimaksudkan agar umat Islam mensyukuri karunia Allah yang luar biasa.

"Kedua lagu yang diciptakan Habib Mutahar dalam rangka mensikapi negara Indonesia," ujarnya. 

Contoh lain, menurut dia, usul warna bendera nasional, Merah-Putih, salah satu yang mengusulkan warna bendera Indonesia adalah seorang habib, yaitu Habib Sayid Idrus Salim al-Jufri. Nama pahlawan nasional ini menjadi nama Bandara Internasional di Palu, Sulawesi Tengah. 

Hidayat menjelaskan,  Habib Sayid Idrus Salim al-Jufri bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad. Dalam mimpi itu dikatakan jika Indonesia merdeka, benderanya Merah-Putih, mimpi itu disampaikan kepada Bung Karno (presiden pertama RI, sukarno).

Hidayat juga menceritakan lambang Garuda Pancasila juga diciptakan seorang habib yang juga sultan dari Istana Kadriyah, Kesultanan Pontianak, yaitu al-Habib Syarif Abdul Hamid Alkadrie III. 

Ketika itu Bung Karno membuat sayembara tentang lambang negara dan Habib Syarif Abdul Hamid Alkadrie III memenangkan sayembara itu.  

"Dari semua itu bisa disimpulkan bahwa para habib dan ulama memperjuangkan Indonesia dengan cara menciptakan lagu, bendera, dan lambang negara," ujarnya. 

Hidayat melanjutkan para ulama juga berperan besar dalam menyelamatkan Pancasila dan NKRI misalnya ketika Indonesia dipecah menjadi 16 negara bagian atau serikat (Republik Indonesia Serikat). Menurut dia, Indonesia kembali menjadi NKRI dari RIS atas peran Ketua Fraksi Partai Masjumi di DPR RIS M Natsir dengan Mosi Integral.  

Selain itu Hidayat mengatakan, penyelamatan Pancasila terlihat dari penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan yang Mahaesa, empat tokoh umat Islam, yaitu KH Wahid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, dan Mr Teuku Mohammad Hasan.

"Ketuhanan Yang Maha Esa adalah akidah atau tauhid. Akhirnya semuanya bisa menerima, Indonesia selamat dari perpecahan," ujarnya. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement