Senin 08 Jul 2019 17:00 WIB

Ponpes Jagasatru Tempat Bersembunyi Ulama dari Penjajah

Jagasatru yang memiliki makna menjaga dari musuh.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Suasana Pesantren Ramadhan (ilustrasi).
Foto: Antara/Syaiful Arif
Suasana Pesantren Ramadhan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON --- Tak banyak yang tahu jika sebelum kemerdekaan, Pondok Pesantren Jagasatru Cirebon menjadi tempat persembunyian para ulama. Menurut Pengurus Santri Busyheri Yusuf, terdapat sebuah gua yang digunakan para ulama untuk bersembunyi baik kala pendudukan Belanda maupun Jepang di Cirebon.

Para ulama yang bersembunyi di gua itu tak bisa ditemukan oleh musuh. Menurut Busyheri itu tak lepas dari karomah Habib Syaekhoni atau dikenal Habib Syaekh yakni pendiri Ponpes Jagasatru.

“Para ulama bersembunyi di sini yang menampung habib Syaekh, Wallahualam bagaimana sampai bisa tidak terlihat,” kata Busyheri kepada Republika,co.id pada Senin (8/7).

Menurut Busyheri gua tersebut berada persis di bawah bangunan yang kini menjadi madrasah di Ponpes Jagasatru. Sebagaimana kata Jagasatru yang memiliki makna menjaga dari musuh, padepokan yang dibuka oleh Habib Syaeikhoni dan kemudian menjadi perantren diganti namanya dari  pesantren Alif menjadi Pesantren Jagasatru.

“Bahkan dulu Jagasatru dijatuhi bom pesawat tentara Jepang, tapi bomnya ngga ada yang meledak. Jagasatru tetap aman,” katanya.

Menurut Busyheri, Jagasatru mulanya hanya sebuah padepokan mengaji agama. Pendirinya Habib Syaekhoni bin Abu Bakar bin Yahya yang lahir di Palimanan pada 1890 dan wafat pada 1964. Habib Syaikh pun menikahi Ruqoyyah yakni seorang putri dari patih kesultanan Kanoman Cirebon.

Setelah sempat menetap di Makkah selama lima tahun yakni sejak 1920, Habib Syaekh pun kembali ke Cirebon. Pada 1925, Habib syaekh mendirikan sebuah rumah bilik sederhana bersara sebuah surau untuk mengajar ilmu agama. Konon tanahnya merupakan pemberian dari kereton. Saban malam, Habib Syaekh kerap mengajar anak-anak mengaji atau santri kalong. Sedang pada Jum'at dan Minggu ia memberikan pengajian umum kepada masyarakat.

Habib Syaekh pun mulai memperbesar surau di Jagasatru pada 1940. Listrik baru bisa dirasakan para santri pada 1943, sebelum itu para santri menggunakan lampu sentir untuk penerangan. Pondok Pesantren Jagasatru pun semakin berkembang terutama setelah pembangunan yang terus dilakukan sejak 1956.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement