Ahad 07 Jul 2019 11:05 WIB

Ketika Bimbang dan Cemas

Ketika bimbang dan cemas, maka hendaknya kita meminta pertolongan kepada-Nya

Muslim tengah bermunajat kepada Sang Khaliq Allah SWT
Foto: AP
Muslim tengah bermunajat kepada Sang Khaliq Allah SWT

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rahmat Saleh

Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita pernah bimbang atau bahkan kecewa. Misalnya, karena dalam lingkungan tempat kita bekerja terdapat perlakuan tidak adil, atau mungkin karena fasilitas dan kesejahteraan yang kita terima belum sesuai harapan.

Baca Juga

Dalam menghadapai situasi dan kondisi seperti itu, kita tak jarang lalu mengeluh: Apakah jalan yang kita tempuh ini benar dan mendapat ridha-Mu? Apakah eksistensi kita di dunia ini memang berguna?

Kiranya bukan saja seorang manusia biasa yang mungkin mendapat cobaan dihinggapi kebimbangan dalam hatinya. Bahkan para nabi pun mengalami ujian seperti itu.

''Ya Tuhanku,'' keluh Nabi Zakaria ketika ia belum juga dikaruniai seorang anak.

Padahal tulang Nabi Zakaria sudah lemah dan rambutnya beruban, sementara isterinya diketahui mandul.

''Sesungguhnya aku khawatir terhadap penerusku, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku,'' lanjutnya.

Nabi Muhammad SAW sendiri juga pernah mengalami kecemasan. Suatu kali, waktu menghadapi musuh yang berlipat ganda banyaknya pada Perang Badar, beliau memohon kepada Allah SWT, ''Aku cemas ya Rabbi, andaikata jamaah yang kecil ini hancur, maka tak ada lagi yang akan menyembah-Mu.''

Sebagai Muslim yang ingin mengikuti suri tauladan para nabi, maka pada saat penuh kebimbambangan dan kekecewaan demikian, kita pertama-tama harus ingat dan berpaling kepada Allah SWT, untuk memohon petunjuk-Nya.

Dalam saat penuh kekecewaan dan kebimbambangan itu kita tafakur, dan kita dekatkan hati dengan penyerahan penuh kepada-Nya.

Shalat dan tafakur--berhenti sejenak dalam kesibukan duniawi sehari-hari dengan doa dan zikir--adalah momen kita meneropong hati sanubari kita.

Saat-saat kita mengintrospeksi dan mengevaluasi diri kita sendiri, dengan menyatukan jiwa kita pada Ilahi. ''Ketahuilah,'' firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra'du 28, ''dengan ingat kepada Allahlah hati (seseorang) bisa tenteram.''

Dengan melaksanakan shalat lima waktu sehari, itu bukti pengabdian seorang insan kepada Khaliknya yang telah menciptakannya. Dan shalat itu juga sebagai persembahan rasa syukur atas segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada para hamba-Nya dalam kehidupan di alam ini.

Di samping itu, shalat juga berfungsi sebagai usaha kita mengadakan evaluasi serta introspeksi atas segala amal yang kita lakukan pada hari itu. Kita langsung mengadakan dialog dengan menyampaikan segala macam harapan serta keluhan atas kekurangan kita kepada Allah SWT.

Dengan salat itu pula, kita memohon petunjuk serta kekuatan untuk menjalankan dan menegakkan kebenaran di muka bumi ini sebagai khalifah yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang Mahaesa.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement