REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bait Alquran di Manama, Bahrain, merupakan museum yang memelopori reservasi naskah-naskah Alquran dari zaman klasik atau era keemasan Islam hingga era modern kini. Latar belakang pembangunannya bermula dari visi Pemerintah Bahrain yang hendak mendirikan sebuah lembaga penyimpanan sekaligus pameran naskah-naskah Alquran yang bernilai historis tinggi.
Keinginan ini lantas direspons seorang kolektor artefak-artefak langka, yakni Abdul Latif Jassim Kanoo. Sejak 1984, rencana itu mulai terwujud. Begitu diresmikan pada 1990, sebagian besar isi Bait Alquran merupakan donasi dari koleksi pribadi Jassim Kanoo.
Selanjutnya, naskah-naskah Alquran dari abad pertama Hijriyah turut memperkaya. Mereka berasal mulai dari Cina sampai Andalusia atau Spanyol. Masingmasing menampilkan ciri khas seni kaligrafi yang anggun dan menyimpan identitas kebangsaan tersendiri. Kompleks edukatif ini terbuka untuk umum.
Bait Alquran telah diakui sebagai salah satu museum terbaik di seluruh dunia. Pujian demikian bukan hanya tentang kelengkapan koleksi dan fasilitasnya, melainkan juga arsitektur Bait Alquran ini.
Seperti dilansir dari Time-Out Bahrain, bangunan Bait Alquran dirancang, seperti sebuah buku besar. Pada permukaan dindingnya terdapat guratan kaligrafi Alquran. Demikian pula pada menaranya. Desain bangunan utama Bait Alquran meng ambil inspirasi dari masjid tertua di Bahrain, Masjid al-Khamis.
Cagar budaya itu diduga telah berdiri sejak abad ke-12 Masehi. Bait Alquran terdiri atas lima lantai. Lantai pertama disebut juga dengan majlis atau aula. Selanjutnya, ada sebuah kawasan khusus tempat berdirinya Masjid Abdul Latif Jassim Kanoo.
Luasnya masjid tersebut dapat menampung hingga 150 orang jamaah. Kubahnya berbahan dasar kaca, sehingga memantulkan kesan elegan pada bagian aula Bait Alquran. Mihrabnya dilapisi keramik berwarna biru dengan hiasan bercorak geometris yang berpadu dengan kaligrafi ayat-ayat suci Alquran dengan gaya Kufi.
Lantai kedua berfungsi sebagai perpustakaan. Di dalamnya terdapat lebih dari 20 ribu buku serta manus krip-manuskrip dalam berbagai bahasa. Kebanyakan membahas seputar agama Islam, sedangkan lainnya bertema pengetahuan umum atau seni budaya. Adapun lantai ketiga merupakan Auditorium Mohammed bin Khalifa bin Salman. Sebagaimana Masjid Kanoo, daya tampungnya mencapai 150 orang.
Lantai keempat adalah semacam madrasah tempat studi Alquran, yakni Yusuf bin Ahmad Kanoo School. Kelaskelasnya mencakup khusus untuk anakanak hingga peneliti aka de mis. Murid atau ma hasiswa laki-laki dan pe rem puan ditem patkan seca ra terpisah. Akhirnya, pusat Bait Al quran terletak di lantai lima, yakni Museum al- Hayat. Lan taran fungsi utamanya, Mu seum al-Hayat terbagi menjadi dua lantai.
Di sini lah di pamerkan manuskrip-manuskrip langka yang memuat ayat-ayat suci Alquran. Koleksinya berasal mulai dari abad pertama Hijriyah, yakni manuskrip Makkah, Madinah, Damaskus, dan Baghdad.
Untuk memudahkan para pengunjung, pihak Bait Alquran menyajikan kertas-kertas kerja yang menampilkan gambar salinan manuskrip-manuskrip itu. Selain itu, uraian penjelasan tentangnya juga disajikan da lam minimal dua atau tiga bahasa internasional.
Lantai kedua dari Museum al-Hayat merupakan ruang pameran bagi seniman-seniman kaligrafi level dunia. Biasanya, penyelenggaraan pameran be ker ja sama dengan pihak kementerian ke budayaan Bahrain dan negara-negara sahabat.
Pada dinding interior Bait Alquran kerap dijumpai kaligrafi-kaligrafi Alquran dari beragam gaya penulisan. Ini menunjukkan kekayaan seni khas Islami itu dari pelbagai penjuru kebudayaan dunia. Bukan hanya itu. Tampilan kaligrafikaligrafi itu juga menunjukkan daya kreativitas masing-masing seniman dalam mengeksplorasi keindahan Alquran sesuai dengan penafsiran mereka.