Selasa 02 Jul 2019 08:35 WIB

Hafiz Alquran Dimudahkan Masuk Polri? Ini Kajian PWNU DKI

Prioritas hafiz Alquran masuk Polri dinilai positif dengan sejumlah catatan.

Umat muslim membaca Alquran atau tadarusan di sebuah masjid. (ilustrasi)
Foto: Antara/Jojon
Umat muslim membaca Alquran atau tadarusan di sebuah masjid. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar bahtsul masail (pengkajian hukum) dengan tema "Hafalan Alquran sebagai Syarat Prioritas untuk Masuk Kepolisian". Ada dua pokok bahasan dalam bahtsul masail yang diadakan pada akhir Juni ini di Kantor PWNU DKI Jakarta. 

Pembahasan pertama seputar pemberian prioritas bagi penghafal (hafiz) Alquran 30 juz untuk masuk menjadi angota kepolisian. Sedangkan bagian kedua tentang demonstrasi dan kerusuhan yang terjadi di depan KPU pada 21 dan 22 Mei 2019. 

Baca Juga

Sekretaris LBM PWNU, Faruq Hamdi, mengatakan dua topik tersebut dipandang penting untuk dibahas. Harus ada pandangan keagamaan secara jelas yang menjabarkan mengenai kedua pokok bahasan tersebut.

Faruq mengatakan, dalam kegiatan yang dihadiri 20 tokoh agama di lingkungan PWNU DKI Jakarta itu, menyimpulkan prioritas bagi hafiz Alquran untuk masuk ke kepolisian, apabila sebagai syarat tambahan (ziyadah) yang akan menambah kebaikan, dipandang baik.  

Tapi, kata dia, pemberian tambahan itu itu tidak boleh mengurangi hak-hak kewarganegaraan yang berbeda agama. Kepolisian pun seharusnya mempertimbangkan tujuan dari penerimaan hafiz Alquran. 

Dia menjelaskan, ketika penawaran tersebut ditujukan untuk imam rawatib di masjid-masjid yang ada di kepolisian, maka itu boleh. Apabila bertujuan untuk pembimbing mental dan rohani di lingkungan kepolisian dan masyarakat, maka pemahaman keagamaan atau pemahaman Alquran lebih diutamakan daripada hafalan Alquran. 

Dia mengutip pendapat Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin yang menyatakan  hafiz yang dimaksud, bukan hanya menghafal melainkan terus mempelajari dan mengamalkan adab serta amalan yang sesuai dengan Alquran.  Imam malik mengatakan banyak pembaca Alquran yang justru Alquran sendiri melaknatnya karena Alquran dipahami orang yang buruk.  

Menurut Faruq, Imam Ghazali juga menyatakan, sebaiknya orang yang manghafal Alquran haruslah welas asih, tenang, dan lemah lembut.  Membaca Alquran bukan sekadar membaca, karena sunah dengan cara tartil dan harus tetap dengan bertadabur 

Lebih lanjut Faruq mengatakan, penghalang memahami Alquran terjadi apabila seseorang bersikap keras dan fanatik terhadap sebuah pendapat atau mazhab. Penghalang lain apabila menaganggap tidak ada makna kecuali makna harfiah saja. 

Terkait dengan persoalan kedua, yaitu unjuk rasa di KPU, Faruq mengatakan Indonesia merupakan negara yang dibangun melalui kesepakatan. Kesepakatan ini menjadi aturan dalam berbangsa dan bernegara yang dikenal dengan nama konstitusi.  

Menurut Faruq, demonstrasi dalam pengertian sebagai ekspresi kebebasan berpendapat (hurriyat at-ta’bir) itu harus dijaga, namun harus bertujuan baik. Kebebasan berpendapat tetap harus didasarkan kepada data-data yang benar bukan sekadar prasangka saja, sehingga dapat dijadikan landasan dalam berargumentasi.  

Faruq menegaskan ketika demonstrasi dilatarbelakangi oleh narasi-narasi atau persoalan-persoalan yang tidak jelas kebenarannya, maka hal tersebut menjadi terlarang karena akan menimbulkan fitnah. Hukumnya menjadi haram saat menimbulkan kerusuhan atau tindakan anarkis, sehingga menimbulkan kerusakan.  

Ketua LBM PWNU, Mukti Ali, menjelaskan bahtsul masail digagas sebagai tanggapan terhadap berbagai persoalan yang terjadi saat ini. Diskusi seputar persoalan keagaman terkini ini merupakan komitmen NU sebagai garda terdepan dalam menjaga Pancasila, Bineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945 yang disingkat menjadi PBNU.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement