Rabu 19 Jun 2019 16:39 WIB

Sekjen DMI Ungkap Alasan Islam Moderat Harus Digaungkan

Islam moderat merupakan prinsip ajaran Islam rahmatan lil 'alamin.

Rep: Rahma Sulistya / Red: Nashih Nashrullah
Sekretaris Jenderal DMI Imam Addaruqutni memberikan sambutan saat pembukaan Muktamar Dewan Masjid Indonesia (DMI) ke-7 yang bertajuk
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sekretaris Jenderal DMI Imam Addaruqutni memberikan sambutan saat pembukaan Muktamar Dewan Masjid Indonesia (DMI) ke-7 yang bertajuk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Islam moderat sebenarnya sudah lama ada sejak dahulu, yang kemudian sempat ramai pada era presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Namun belakangan ini, Islam moderat ini perlu digaungkan lebih keras lagi karena telah tampak terbelahnya umat dalam sekat pro dan kontra. 

Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruquthni, mengatakan ada beberapa variabel alasan Islam moderat baru digaungkan kencang saat ini. “Sudah ada (dari dulu) tapi tidak formal, hanya antar-individu. Kalau soal penggalakkan Islam moderat, itu ada beberapa variabel,” ungkap dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (19/6). 

Baca Juga

Pertama, kata dia, di dalam negeri sendiri, konfigurasi umat dalam kepolitikan nasional kini sudah terpolarisasi, yang kemudian menjadikannya terbelah dalam posisi ada yang dipandang pro dan kontra. Kedua, adanya penajaman isu empat pilar, yang dikonstruksikan berhadapan dengan neo-revivalisme Islam, sampai kasus pembekuan Hizbut Tahrir Indoensia (HTI).

“Ketiga, ada kekhawatiran atau kegamangan politik kemapanan domestik, yang berbarengan dengan repolitisasi umat semenjak lonceng reformasi berdentang, dimana pada era pra-reformasi itu malah ditekan,” ungkap Imam.  

Sementara di luar negeri, terlihat meningkatnya gejala kebangkitan (spirit of Islamic revival) di berbagai negara, termasuk negara-negara yang sebelumnya sepi dari isu Islam dan Muslim. Ditambah lagi meningkatnya penyebaran populasi Muslim dunia (ke Jerman, Inggris, Prancis, Amerika, dan lain-lain).

Lalu merebaknya spirit of Islamic revivalism yang awalnya juga sebagai alternatif, yang justru disebabkan rasa frustrasi terhadap hegemoni liberalisme berkedok demokrasi dengan Amerika sebagai ‘big boss’-nya. Ini telah menambah jurang kemiskinan di berbagai belahan dunia (kawasan-kawasan Afrika dan berbagai kawasan lainnya).  

Spirit of Islamic revivalism dipicu pula semenjak kemenangan Revolusi Islam Iran akhir dekade 1980an, hingga berbagai diplomasi provokatif sampai berbagai karya ilmiyah justifikatif provokatif juga (Samuel Huntington: The Clash of Civilization), semakin menekan secara psikologis performa kebijakan politik Indonesia,” papar Imam.

Masih terkait dengan spirit of Islamic revivalism, kata dia, adalah menggejalanya Islamofobia, terutama pada wilayah Barat yang kemudian menekan Indonesia juga sebagai negara dengan negara berpenduduk mayoritas Muslim.  

DMI bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), belum membicarakan program pasti untuk menggalakkan Islam moderat ini. Karena baru hanya pembicaraan saja baik itu di MUI maupun DMI. Dan Imam berharap agar segera ada arah titik temu.

“Belum ada format kerja sama yang dibicarakan. Karena wilayah itu (Islam moderat) memang milik semua (claim of all) dari berbagai ormas keagamaan Islam. Selebihnya, negara dan istrumen-instrumennya juga mewacanakan, bahkan menempuh upaya (formalisasi isu) sampai ke tingkat detail anggaran belanja yang notabene uang rakyat,” ujar Imam. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement