Rabu 19 Jun 2019 03:34 WIB

Menjadi Umat Terbaik

Menjadi umat terbaik yang menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran

Shalat berjamaah (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Shalat berjamaah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abi Muhammad Ismail Halim     

Manusia memiliki kapasitas jasmani dan rohani, serta intelektual. Inilah alasan penting insan dipilih untuk menerima amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Baca Juga

Kesempurnaan manusia adalah pada kemampuannya berpikir, menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan, memanfaatkan fakultas-fakultas yang dimilikinya, yaitu as-samu (pendengaran), al-bashar (penglihatan), dan al-fuad (hati).

Menuntut ilmu adalah tugas pertama dan utama manusia. Allah SWT telah mengajarkan nama-nama benda kepada Adam AS pada awal penciptaan sebagai landasan bagi penguasaan ilmu pengetahuan. (QS al-Ba qarah [2]:31).

 

Perintah membaca dan menulis juga me rupakan perintah pertama dari risalah kenabian. Wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah perintah membaca dan menulis. (QS al-Alaq [96]:1-5).

Belajar, mencari, menguasai, dan mengembangkan ilmu pengetahuan adalah tugas yang pertama dan utama dari umat Muhammad SAW. Dengan bekal ilmu pengetahuan yang dimilikinya, manusia da pat memakmurkan bumi dan mencegahnya dari kerusakan.

Di samping sebagai hamba dan wakil Allah SWT di muka bumi, umat Islam adalah umat terbaik karena senantiasa memerintahkan kebaikan, mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah SWT. (QS Ali Imran [3]:110).

Untuk dapat memelihara eksistensi dan kehormatannya sebagai umat yang terbaik, khaira ummah, the best nation of peoples for the people, maka umat Islam perlu terus-menerus belajar, beriman, dan beramal menyampaikan pesan-pesan Islam dengan contoh dan perbuatan serta tetap bersabar di dalam melaksanakannya.

Pengetahuan yang mencerdaskan sekaligus mencerahkan tersebut diperoleh dengan menjelajahi dan mendalami ayat-ayat Allah SWT (the Spoken Verses) dan tanda-tanda di dalam ciptaan-Nya (the Creation Verses).

Kemampuannya untuk menggunakan hati dan nalar di dalam menjelajahi tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah ciri utama dari seorang Muslim cendekia. Itu sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, pengikut, dan pewaris terbaiknya. (QS Ali Imran [3]: 190-191).

Mengenai turunnya ayat ini, Abdullah Ibnu Umar RA men ceritakan, dari Ummul Mu’minin Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW berdiri di dalam shalat malamnya dan menangis hingga janggutnya men jadi basah. Beliau menangis hingga air matanya mem ba sahi lantai. Beliau kemudian berbaring dan ber tumpu pada bagian sisinya seraya menangis.

Ketika Bilal datang untuk mengingatkan waktu shalat Subuh, dia berkata, “Ya Rasulullah, apa gerangan yang mem buatmu menangis, padahal Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan akan datang.” Beliau SAW berkata, “Ya Bilal, apa yang dapat menghalangi tangisku, ketika malam ini, ayat ini (QS Ali Imran [3]:190), diturunkan kepadaku. Celaka orang yang membaca ayat ini, tetapi tidak merenungkannya.” Wallahu a’lam.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement