REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Kusyairi Suhail
Keadilan adalah substansi kehidupan yang amat dibutuhkan oleh setiap manusia. Sebab, keadilan membuka jalan selebar-lebarnya bagi nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, dan kebahagiaan hidup. Keadilan membuat hukum berada di atas penguasa dan rakyat. Penegakan keadilan merupakan jalan masa depan bangsa yang cemerlang.
Sebaliknya, ketika supremasi hukum yang menjunjung keadilan tidak ditegakkan, maka hal ini dapat menghancurkan martabat manusia, merampas hak-hak asasinya, serta mematikan potensi, inovasi, dan kreativitasnya. Ketidakadilan juga merusak jaringan sosial, menebarkan rasa takut, menutup peluang bekerja dan berusaha secara merata, dan akhirnya menciptakan stagnasi serta menjerumuskan bangsa pada kehancuran.
Karena itulah, Allah SWT memerintahkan kepada setiap hamba-Nya untuk berbuat adil seperti terungkap dalam Surat An-Nahl ayat 90. Ayat itu berarti, "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan." Perintah Allah SWT ini terlihat sangat jelas dan tegas.
Ketegasan perintah untuk berbuat adil itu menjadikan peran hakim (qadhi) berada pada posisi yang penting dan strategis. Mereka merupakan orang yang merefleksikan aturan-aturan Allah untuk tegaknya keadilan. Seorang hakim yang memutus suatu sengketa (perkara) dengan adil, maka berarti dia telah membuka peluang bangsanya untuk menjadi besar dan kuat. Di akhirat dia juga akan dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam surga yang penuh kenikmatan.
Sebaliknya, hakim yang zalim atau tidak adil dalam memutuskan perkara, sesungguhnya ia telah memasung bangsanya dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya.
Yang lebih tragis, hakim yang tidak adil ini diancam dengan neraka sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Hakim itu ada tiga macam, (hanya) satu yang masuk surga, sementara dua (macam) hakim lainnya masuk neraka. Adapun yang masuk surga adalah seorang hakim yang mengetahui al haq (kebenaran) dan memutuskan perkara dengan kebenaran itu. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran lalu berbuat zhalim (tidak adil) dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Dan seorang lagi, hakim yang memutuskan perkara (menvonis) karena 'buta' dan bodoh (hukum), maka ia (juga) masuk neraka" (HR Abu Dawud).
Hadis ini termuat dalam Jaami'ul Ushul X/167 dan dikomentari oleh pen-tahqiq-nya sebagai hadis hasan.
Hadis tersebut memberi gambaran kepada kita bahwa ternyata hakim yang adil itu minoritas, sementara mayoritas hakim memutuskan perkara dengan tidak adil. Hakim yang berada pada posisi mayoritas inilah yang akan banyak menjadi penghuni neraka.
Semoga Allah SWT menganugerahi bangsa ini dengan hakim-hakim yang adil. Mereka yang senantiasa menegakkan supremasi hukum tanpa pandang bulu, serta menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dalam setiap memutus perkara.