Kamis 30 May 2019 19:19 WIB

Rute-Rute Jalan Warisan Penjelajah Muslim

Salah satu sumber berharga adalah buku panduan berhaji.

Kafilah haji di abad ke-13
Foto: onislam
Kafilah haji di abad ke-13

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Salah satu sumber berharga adalah buku panduan berhaji, yang mulanya tersusun dengan mengandalkan cerita lisan mengenai rute-rute menuju Makkah dan Madinah dari berbagai tempat yang jaraknya sangat jauh. Akhirnya, itu dijadikan data tertulis yang diberikan kepada calon jamaah haji yang akan menuju Makkah dan Madinah dari seluruh wilayah kekuasaan Abbasiyah.

Hal tersebut menunjukkan bagaimana Muslim menginginkan kenyamanan perjalanan saudara Muslim dan selalu membuat rencana perjalanan. Muslim Spanyol juga memperoleh ide dari penyusunan atlas dunia oleh cendekiawan Muslim asal Maroko, al-Idrisi. Ia menikmati status terhormat di Istana Roger II di Palermo karena akurasi 70 peta yang ia susun, serta mengurai wilayah yang sebelumnya tak dikenal.

Baca Juga

Al-Idrisi menggambarkan Benua Eropa, Asia, dan Afrika serta ekuator dua abad sebelum Marco Polo melakukannya. Bukan para cendekiawan saja, para pelancong Muslim profesional pun berkontribusi bagi perkembangan maraknya peta dan kajian geografi. Mereka mencatatkan seluruh perjalanannya secara perinci.

Menurut Othman, ilmuwan ternama dari Tunisia, Ibnu Batuttah, terkenal dengan motonya, “Tidak pernah, jika mungkin, melewati satu jalan untuk kedua kalinya.” Ia 50 tahun lebih muda dibandingkan Marco Polo, menempuh jarak sepanjang 75 ribu selama 30 tahun dengan menggunakan kuda, unta, berjalan kaki, serta kapal.

Tak hanya itu, Batuttah juga mengarungi beraneka jenis medan, termasuk Afrika Barat, di mana ia singgah di Timbuktu, Mali, dan Niger. Kelebihannya, ia tidak saja fokus pada soal geografi, tetapi juga mampu menguraikan dalam catatannya tentang kondisi ekonomi, politik, dan sosial tempat yang dilewatinya.

“Termasuk posisi perempuan dan persoalan agama,” jelas Othman. Bahkan, Batuttah mencicipi jabatan di sejumlah tempat. Di Delhi, ia ditunjuk sebagai kadi atau hakim. Selama 23 tahun dari hidupnya, ia memangku jabatan kadi di Fez, Maroko. Di sana pula ia menuliskan pengalaman perjalanannya.

Menginjak abad 11, dua penulis Muslim mengumpulkan dan menggabungkan informasi dari para pendahulunya ke dalam bentuk yang lebih baik. Pertama adalah al-Bakri, anak laki-laki gubernur Provinsi Huelua dan Saltes, yang juga seorang menteri penting di Istana Sevilla. Dia memegang wewenang dalam misi diplomatik. Di sela kesibukannya menjalankan tugas, ia rajin mengkaji ilmu pengetahuan dan literatur. Ia menulis karya geografi penting mengenai Semenanjung Arabia dan nama macam-macam tempat.

Kompilasi yang ia buat tersusun berurutan secara alfabet, di dalamnya mencakup nama desa, kota, lembah, dan monumen yang ia kutip dari hadis dan sejarah. Karya utama dia lainnya adalah ensiklopedi pengobatan dari seluruh dunia. Sosok kedua adalah Ibnu Jubair dari Valensia. Dia sekretaris gubernur Granada dan terbiasa merekam perjalanannya ke Makkah dalam bentuk jurnal.

Ketertarikan Ibnu Baitar terhadap tanaman untuk obat-obat herbal, menuntunnya menjelajahi setiap sudut Semenanjung Peninsula dan Maroko. Dengan ketekunannya, ia melahirkan kompendium tanaman obatobatan yang membantu banyak ahli farmasi dunia. Sebut juga nama Ibnu Khaldun, yang tersohor lewat buku-buku di bidang sosiologi, ekonomi, perdagangan, sejarah, filsafat, politik, dan antropologi. Pada volume I al-Muqad dimah, ia memerinci mengenai masyarakat Islam dengan merujuk pada perbandingan budaya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement